Wednesday 19 May 2010

Mum's twins

TWINS? 


do you believe that all of us really have Twins who lived in the other part of country (or even in the other part of the world)?

Well, i DO believe it now!!


Suppose you all know that i have 2 mums, Mama and Mum. 
i love her both, but this time i'd talk about Mum, Glenda Hiscox. 


FYI i don't mean to disgrace Mama by saying this, because she always have her very private special space in my heart. 


anyway, last time i met my mum was in July 2007 when she visited me and my family in Samarinda. 
and since, all communication is done through email and YM. 


one day, i got an offer from my friend to be one of the translator for the international  early childhood education seminar. 
i said YES and started working on my job desc. 


On the D-day, after i did my very last checking on my translation, i saw this lady with her formal dress stood about 100 meters from me. i couldn't do anything but stood there in silence and my lips whispered 
Mum...


i shook my head and accommodated my eyes fully to have a better view. 
God, she looked and dresses like my mum


Geez, how on earth this could happen? 


In short, everytime she was around me, i couldn't take my eyes of her (her name is Siobhan Fitzpatrick anyway and she's from Ireland). i became such an exaggerating girl by informing this to all of my friends and family EVEN i texted my mum. my mum was just laughing and didn't really believe me. 

On the second day of seminar, i wasn't on duty, but i was there to make sure everything was fine. so i sat next to Yusti and did the presentation clicking :). she was in the same room as well, so i could see everything she did. 

Based on my observation, i could assure you that all her action were pretty much the same as Mum's. the way she bit her nails, her expression when she laughed, her way when she touched her neck and nodded, the way she talked to others and lowered her head to see other's face clearer and etc. 


Aaaah,,, it was sooo silly but i almost couldn't hold my tears up. 


have you ever experienced this kinda thing? 
When you miss someone so much and all of the sudden you met someone who looked EXACTLY like her, what would you do?  


have you ever felt like you wanna hug her, felt her warmth but you couldn't? 
simply just because SHE is not someone you are missing...


How Ironic!! That's all i could say. 


so, i told myself to workin on something so that i could get closer to her and told her about this thing and took a photo with her. 


this opportunity finally came when Pak Adi announced that we would have a committees and speaker photograph. 
i made my way to the front then searched for Siobhan and stood RIGHT next to her :)


You know, my lips couldn't do anything but SMILED...
i believe my face was FULLY BRIGHT and totally COVERED with smile.
after the photo session, i finally told her about this "issue" and i showed her my Mum's picture and she couldn't even believe her eyes either :))


now i believe that we do have "twins" and those are spread all over the world. i found mine in australia through you. 

hehehe,,, just hang on a sec Mum, i'll send my photo with your "twins"SOON 


it's a sneak peek though 
 Left-Right: My Mum (Glenda Hiscox) - Siobhan Fitzpatrick

do you think they look alike?



Sunday 16 May 2010

Love your family = love technology

when you are quite far away from your loved ones, i suppose technology is the only thing you love
kalimat itu tiba-tiba aja masuk ke dalam pikiranku semalam. 

Bukan suatu hal yang aneh sih, karena saat kalimat itu popped up, aku lagi ber skype ria sama keluarga di Samarinda.  

sebenarnya hal ini pun bukan hal yang baru, aku biasa skype an sama andrie dan nhadia. cuma yang membuat skype ini spesial, aku bisa lihat alya a.k.a ahul :). abis kan kalau di telepon, dia biasanya sok jual mahal gitu. ngomongnya cuma mau sepotong-sepotong bahkan terkadang dia menolak sama sekali...

 Huuu,,,sok artis ah kamu hul. hihihi

tapi sekarang (saat gunain skype), dia tak berkutik lagi. dia malah ketagihan :))

Ngeliat aku di layar, dia langsung heboh 
iihhhh,,,,ada aa.
aa ngapain disana?

lagi dimana aa? 

mulai deh dia berceloteh macam-macam.  
tentang ini dan itu,,, ketawa-ketiwi liat mukaku dan mukanya sendiri. 

Papa sama mama juga nggak mau ketinggalan berebutan di layar laptop. 
membahas masalah libur long weekend 2 minggu ke depan sampai suara cewek nangis di (katanya) balkon kamarku.. hohoho

God, I miss them sooo much. 
Segera pertemukan aku dengan mereka ya Allah :) 



 mami-alya-inad 


alya heboh sendiri

alya sama inad

 alya sama papa







Friday 14 May 2010

anything i'm not


I will never be, I will never be tall, no
And I will never be, never ever be sure of it all
Oh, why is the world so cruel to me
When all, all I ever want to be is anything I'm not

Gimme a break, a little escape
I am so tired of being me
I wanna be free, I wanna be new and different
Anything I'm not

I will never be, I will never be you, no
I will always be, I will always be me, that I know
But oh, even though I'm happy being me
I want to get away from all this harsh reality, oh

Gimme a break, a little escape

I am so tired of being me
I wanna be free, I wanna be new and different

Anything I'm not (Lenka, Anything I'm Not)

Sebaris lagu Lenka di atas mungkin adalah lirik yang tepat untuk menggambarkan perasaan tak nyaman yang (unbelievably) sering muncul dalam kehidupan kita sehari-hari. 

Hal yang wajar menurut aku, karena berdasarkan teori Rogers, tiap individu pasti punya dua macam diri yaitu ideal self dan real self. Real self adalah diri kita sebenarnya yang berasal dari aktualisasi diri kita dan kita kembangkan sendiri melalui penghargaan positif kita sendiri. sedangkan ideal self adalah diri yang kita inginkan dan biasanya dibentuk oleh masyarakat serta muncul karena adalah penghargaan diri yang bersyarat dari diri kita sendiri. 

Yang membuat keadaan makin rumit adalah, bila si ideal self ini terlalu menguasai real self, individu tak akan dapat berfungsi optimal sebagai seutuhnya manusia. karena yang ada di pikirannya ia selalu salah dan menganggap bahwa dirinya tak berguna dan hal paling ekstrem yang mungkin terjadi adalah dia tak lagi mampu melihat diri secara objektif. ia hanya mampu melihat "bayangan" dirinya dalam satu ilusi yang mendekati kenyataan pun tidak. ia menganggap dirinya terlalu sempurna dan mulai muncul waham-waham yang makin mendekatkan dirinya pada diagnosis penderita psikosis (gangguan jiwa).    

Terkadang ada saatnya lingkungan begitu menentang kita. Seakan lingkungan menuntut kita untuk menjadi seseorang yang sebenarnya bukan kita. Parahnya lagi, lingkungan ini bukanlah lingkungan sembarangan, melainkan lingkungan terdekat kita, yang meliputi orang-orang yang begitu kita sayang dan cintai. 

Lalu?

Perlu kah teriak  aku bukan robot yang kalau diperintah langsung jalan tau!!!
i know we might have the URGE to cry for that out loud,, 
but hey, wont solve any problems though. 

I -personally- have been in that kinda situation for many times. Bahkan terkadang, diri aku sendiri yang menuntut untuk menjadi seperti orang lain. orang yang bisa begini dan begitu,, pokoknya yang anything i'm not lah. trus gimana? 
 Ya kadang sakit hati sendiri lah,, 
Diri kita sendiri malah mempertanyakan dan menuntut. Berasa punya musuh dalam diri nggak sih?

Well, this is life my friends. Welcome to the Jungle.
Salahkah kalau yang kejadian seperti itu?
Kalau kamu Tanya aku, justru bila diri kita sendiri mempertanyakan berbagai hal, membawa berbagai tuntutan yang banyaknya minta ampun, hal yang harusnya kamu lakukan adalah BERSYUKUR.
Bersyukur karena dirimu masih bisa Jujur pada diri sendiri. Dengan jujur inilah kamu bisa makin mengenali diri kamu sendiri dan tahu apa yang dirimu inginkan dan rasakan.

Yang selanjutnya harus kamu lakukan adalah mengelola keinginan dan perasaan kamu.  
Bagaimana caranya?
I know you know it better than me J




Tuesday 11 May 2010

Suatu hari nanti, saat Saya ...


Membahas berbagai teori tentang konseling keluarga dan perkawinan tak urung membuat saya menjadi lebih banyak berpikir akan keluarga ideal ala saya sendiri. Untuk itu, tak salah kiranya bila saya mencoba memikirkan hal-hal apa yang saya inginkan, idam-idamkan dan berupaya lakukan saat saya memiliki keluarga kecil di kemudian hari.
            Saat saya menikah nanti, saya ingin agar saya dan suami saya telah memutuskan mengenai akan dibawa kemana mahligai perkawinan kami nantinya. Hal-hal yang kami kira penting dalam pernikahan seperti bagaimana kami akan membiayai kehidupan keluarga kami, bagaimana kami akan menghabiskan pendapatan per bulan kami untuk beberapa pos rumah tangga dan keluarga, dimana kami akan tinggal, berapa anak yang ingin kami miliki, peraturan-peraturan khusus keluarga kami (baik itu menyangkut tentang privasi, pekerjaan, manajemen konflik, hubungan dengan orang tua dan keluarga asal, dll) sudah harus kami bicarakan sebelum kami sama-sama bersedia untuk melangkah ke satu fase baru dalam kehidupan kami masing-masing.
Saat saya menikah nanti pun, saya akan selalu berusaha untuk menjaga alur komunikasi yang baik dan selalu jujur atas apa yang saya rasakan pada suami. Mengingat saya adalah orang yang tidak enakan pada orang lain dan cenderung ingin selalu menyenangkan orang lain, saya harap hal ini tak akan terjadi antara saya dan suami saya kelak. Bagaimanapun ia adalah sosok yang akan selalu bersama saya sampai (insya Allah) maut memisahkan. Hal yang mustahil bila saya harus terus berusaha menyenangkannya tapi di sisi lain saya menderita. Saya ingin ada keseimbangan dalam hubungan kami, sehingga hari-hari pernikahan kami akan kami lalui dengan bahagia.
Saat saya menikah nanti, saya ingin kami tinggal di rumah kami sendiri. Di tempat dimana kami bisa menyusun masa depan kami sendiri, menetapkan aturan kami sendiri tanpa ada intervensi langsung dari siapapun, tempat kami bisa melakukan berbagai hal bersama dan semakin mengenali satu sama lain, tempat kami bisa menanam berbagai macam tanaman (pastinya harus ada bunga matahari di taman kami), serta merancang berbagai interior untuk kamar kami, perpustakaan mini, dapur yang nyaman, ruang keluarga yang akan menjadi tempat kami menghabiskan hari dan tak lupa, kamar buah hati kami nantinya.
Saat saya menikah nanti, saya ingin saya dan suami memiliki peran yang setara dalam rumah. Kami tak akan mempermasalahkan gender bila tiba saatnya kami harus mengurus rumah, mengatur hal-hal rumah tangga, apalagi mengasuh anak. Saya ingin kedudukan kami setara tanpa menafikkan beberapa situasi yang menuntut suami untuk lebih berperan. Saya pun akan berusaha untuk tidak menuntut suami untuk melakukan hal-hal tertentu hanya karena dia adalah suami dan kepala keluarga. Hal ini saya lakukan agar ia tidak terbebani akan perannya sebagai suami, karena saya sadar bahwa laki-laki adalah manusia biasa yang tak harus selalu sempurna. Hal yang wajar bila beberapa kriteria lelaki ideal tak ia miliki dan tugas seorang wanita (apalagi istri) bukanlah menjadi seorang pemaksa yang hanya mendorong suami untuk memenuhi berbagai kriteria tersebut, melainkan untuk menerima lelaki itu sebagai suami kita dengan segala kelebihan dan kelemahannya.
Beralih saat saya dan suami memiliki anak nanti. Saat saya memiliki anak nanti, hal pertama yang akan saya dan suami lakukan adalah menjaga anak kami sejak dari dalam kandungan. Menimba ilmu di Psikologi selama hampir 3 tahun terakhir ini cukup memberi saya pengetahuan bahwa masa kehamilan (pranatal) adalah masa-masa krusial, terutama di masa trimester pertama. Harus benar-benar ada penjagaan terhadap janin agar tidak ada kerusakan otak yang nantinya dapat menjadikan anak lahir dengan berbagai ketunaan serta gangguan lainnya. Selain melakukan berbagai tindakan preventif, tak lupa kami sebagai orang tua pun harus membekali janin dengan berbagai doa serta lantunan ayat-ayat suci agar nantinya ia selalu diberi berkah, rahmat dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Saat buah hati telah lahir, saya akan belajar untuk menjadi ibu yang mampu untuk menunjukkan afeksi saya pada anak saya. Saya ingin leluasa mencium, memeluk, membelai kepalanya, serta memujinya tanpa merasa malu ataupun jengah.
Saat saya memiliki anak nanti, saya pun ingin agar saya dan suami dapat berperan sebagai orang tua sekaligus sahabat bagi anak-anak kami. Saya tak ingin menjadi orang tua yang hanya tahu perihal anak-anak saya dari pembantu, supir, guru apalagi tetangga kami. Kami ingin jadi orang tua yang selalu ada disaat anak kami butuh tanpa harus mengekangnya dengan berbagai larangan dan perintah. Kami ingin anak-anak kami menjadi seseorang yang memiliki kepribadian dan selalu bertanggung jawab akan apapun yang ia lakukan.
Saat saya memiliki anak nanti, saya pun ingin menerapkan satu sistem keluarga (termasuk pendidikan) yang mendewasakan kami semua sebagai anggota keluarga. Semua anggota keluarga bebas berpendapat, selama mereka mampu mempertanggung jawabkan seluruh pendapatnya dan tetap menghormati anggota keluarga lainnya. Diharapkan dengan hal ini, semua anggota keluarga merasa bahwa rumah yang mereka tempati adalah tempat dimana mereka bisa pulang kapanpun mereka inginkan tanpa harus merasa terbebani.
Saat saya memiliki anak nanti pun, saya dan suami harus memiliki waktu luang setiap minggu untuk dihabiskan bersama dengan keluarga. Tak perlu dengan kuantitas banyak, yang penting kualitasnya. Selama periode 1 semester pun, saya dan suami harus menyempatkan waktu untuk berlibur bersama. Agar kami dapat menjauhkan pikiran dari berbagai rutinitas dan stress yang terjadi. Saya pun akan mengajaknya untuk dekat dengan keluarga serta kerabat dari pihak saya dan pihak suami. Sehingga anak-anak saya tak akan pernah sendiri dan selalu tahu bahwa banyak sekali keluarga dan teman yang sayang dan peduli padanya dan tak lupa, selalu ada banyak hal yang dapat dipelajari dari berbagai manusia yang telah ditemui.
Saat saya memiliki anak nanti, saya tidak akan pernah memaksakan kehendak saya sebagai orang tua, apalagi bila hal ini menyangkut masa depannya. Sejak dini, saya akan ajarkan anak saya untuk mengambil keputusan akan hidupnya, entah itu memilih baju, peralatan sekolah, kegiatan yang ia ingin ikuti, serta sekolah. Saya sebagai orang tua hanya akan memfasilitasi anak pada hal-hal apa yang menjadi bakat dan minatnya tanpa berniat untuk mencampuri 100% kehidupannya.
Begitu banyak cita-cita dan bayangan saya tentang apa yang akan saya lakukan disaat nanti akhirnya saya menikah dan memiliki anak. Semoga beberapa tahun kedepan saat keluarga kecil saya telah terbentuk, saya mampu tersenyum bahagia dan mengucap syukur karena tulisan yang berawal dari angan-angan ini akhirnya mampu terwujud. Amin :)