Sunday, 17 October 2010

Tangis seorang ibu

Suara sesenggukan di sebelahku tak urung membuat keningku berkerut. 
Ya, Ibu yang sedang berdoa di sebelahku ini menangis sesenggukan. 
Yah, sekarang kan sedang shalat. Wajar kalau dia menangis
Malam esoknya, kembali si ibu menangis. 
ternyata bukan hanya 2 malam ini, malam besok, besoknya, besoknya dan besoknya lagi si ibu masih tetap menangis tiap kali berdoa seusai shalat tarawih di masjid dekat rumahku. 

Tergerak dengan suara tangis pilunya, aku pun berusaha bertanya padanya malam ini
saya lihat, ibu selalu menangis saat berdoa seusai shalat. ada apa bu?
 ibu itu terdiam sebentar, lalu menjawab
Nggak apa-apa. saya cuma teringat suami saya. suami saya sudah meninggal beberapa tahun lalu
aku pun hanya dapat mengangguk kaku mendengar jawabannya lalu berpamitan pergi
Malam esoknya, kembali si ibu menangis. entah kenapa, kali ini tangisannya terdengar lebih memilukan. Berbekal rasa sok perhatian, kembali aku mendatangi si ibu dan bertanya 
saya merasa tangisan ibu lebih memilukan malam ini. Ibu kangen sekali ya dengan suaminya?
dengan masih sesenggukan, si ibu menjawab 
sebenarnya saya punya 2 orang anak. anak saya yang kecil sedang sakit panas. sudah berhari-hari panasnya belum turun-turun. saya mau bawa berobat, tetapi belum punya uang.
kali ini satu pemahaman merasuk dalam diriku. Mungkin saja tangisan-tangisan ibu di beberapa malam tarawih ini bukan hanya meneriakkan rindu pada suaminya, tetapi juga meneriakkan pertolongan kepada Allah bagi putra kecilnya. Kali ini aku tak hanya mengangguk kaku, aku berbalik menuju rumahku dan mengambil sedikit uang yang aku rasa cukup untuk pengobatan. segera aku bergegas menemui si ibu yang bersiap pergi meninggalkan masjid. 
Ibu, ini ada rezeki buat putra ibu. Besok pagi, segera dibawa ke puskesmas ya. Jangan ditunda-tunda lagi. belikan dia obat dan minum obatnya secara teratur
Hampir lemas rasanya badanku saat si ibu berusaha mencium tanganku dan bibirnya tak henti mengucapkan terima kasih. 
Alhamdulillah,,, saya akan bawa anak saya ke dokter besok pagi. Terima kasih banyak,, terima kasih banyak..

Malam ini, kembali aku tarawih di masjid ini tapi tak kulihat sosok ibu yang senantiasa menangis itu
Esoknya, kembali ku jumpai si ibu di masjid ini. Wajahnya terlihat lebih cerah. dengan semangat ia mendekatiku
terima kasih banyak sudah membantu saya kemarin nak. anak saya Alhamdulillah sudah sembuh. sekarang malah sudah bisa ikut shalat tarawih di masjid. Mau ketemu sama ibu baik katanya
aku hanya bisa tersenyum dan tak urung ada setitik kelegaan yang menetes di hatiku. ALHAMDULILLAH, masih bisa berbagi rezeki di bulan baik ini. 
Sepulang tarawih, si ibu tergopoh-gopoh menggandeng seorang anak lelaki mendekatiku. 
ini ibu baiknya, le
si anak langsung mencium tanganku seraya mengucapkan terima kasih. Dari hasil perbincangan malam itu, baru aku tahu bahwa ibu ini Janda beranak 2. suaminya meninggal beberapa tahun lalu karena sakit. rumahnya ternyata cukup jauh dari masjid ini, tapi ia rela menempuh jarak yang jauh demi mendapatkan zakat fitrah dari masjid ini. lagi-lagi aku merasa hatiku teriris mendengar penuturan ibu ini. 
Malam-malam tarawih terus berlalu, si ibu masih kerap menangis walaupun kini sesenggukannya terdengar lebih lirih. satu yang aku perhatikan, makin hari wajahnya terlihat murung. kembali aku ajak si ibu mengobrol. 
kenapa kok wajahnya murung bu?
kaget dengan kedatanganku yang tiba-tiba, si ibu sedikit terlonjak. 
Ah, tidak. Lebaran sudah dekat. anak saya tanya tahun ini dia bisa pakai baju baru atau tidak? Saya nggak bisa jawab. karena saya juga tidak tahu.
aku pun hanya tersenyum samar mendengarnya
Esoknya, aku mencari putra si ibu tadi. sebelum pulang, aku beri dia amplop. 
ini buat beli baju ya. Buat kakak juga.
terlihat sekali ekspresi tidak nyaman dari si ibu. 
bukan maksud saya untuk meminta kepada ibu. sungguh
saya juga hanya bermaksud untuk berbagi rezeki dengan anak ibu, tidak ada maksud lain 
mendengar itu, si anak kembali mencium tanganku. wajah si ibu pun tersenyum. Aku hanya berharap, senyum di wajah sang ibu dapat terus terpasang di wajahnya. Semoga Allah selalu memberikan yang terbaik bagi keluarga ini, hanya itu doaku saat itu
Esoknya, wajah si ibu kembali cerah. 
anak saya tidak bisa berhenti tersenyum hari ini. semenjak pulang dari membeli baju di pasar, kerjanya hanya memandangi baju barunya terus. dia terlihat bahagia sekali.. Terima kasih banyak bu
Tak kuasa membayangkan ekpresi anak itu, aku hanya bisa mengangguk dan dalam hati bersyukur atas segala rezeki yang telah Allah berikan padaku dan keluargaku. 
-sebuah cerita nyata yang dialami langsung oleh Tanteku di Bulan Ramadhan 1431 H-

Bersyukurlah kawan, 
karena kamu masih bisa tidur dan makan enak

Bersyukurlah kawan, 
karena kamu masih memiliki uang untuk terus menopang hidupku, walau sekadarnya

Bersyukurlah kawan,
karena kamu masih memiliki hati untuk melihat penderitaan orang lain

Bersyukurlah kawan, 
karena kamu masih bisa menolong orang lain


2 comments:

  1. Terkadang mau berbuat baik kita masih diganjal praduga. Tapi, biarlah praduga itu ada, dan tetap hanya menjadi praduga. Sementara hati tahu, apalah arti hidup kita jika hanya diam dan berkutat dengan praduga

    ReplyDelete
  2. kalau kata papa aku "menolong itu nggak usah pakai mikir panjang-panjang. biarin aja dia boongin kita, mis: dengan bilang uang itu buat beli buku, padahal buat nge game. Yang penting niat kita ikhlas membantu. masalah dia boong, itu urusan dia sama Allah"

    ReplyDelete