Sunday 3 November 2013

Belajar tentang Indonesia dengan Bermain ala Pandji

Siapa yang tidak suka bermain? 
Bermain terkadang dianggap sebagai satu aktivitas yang hanya membuang-buang waktu. 

Kalau masih ada yang berpikiran seperti ini, pastilah dia belum pernah mendengar sepotong pemikiran dari seorang "visioner" bernama Pandji Pragiwaksono. 
Nama Pandji memang sudah tidak asing di jagad perkomikan di Indonesia. Jujur, saya sendiri baru ngeh kalau Pandji adalah seorang komik pada tahun 2011. Waktu itu, saya hanya berpikir kalau he's just another comics. 

Ternyata, opini tak beralasan saya terpatahkan oleh fakta. 
Beberapa kali saya iseng buka Youtube untuk menonton beberapa rekaman stand up comedy. Sampai suatu hari, saya menonton sebuah stand up yang dibawakan oleh Pandji. Di rekaman itu, Pandji mengangkat topik tentang legalisasi ganja. Waktu itu saya pikir 
Gila juga nih orang, berani bawain materi ini. Nggak takut di demo? 
Pemikiran ini tidak berlangsung lama, pada akhirnya saya malah terhipnotis oleh Pandji. 
Ini orang pintar banget. Jenius!!! - ucap saya-

Mulai saat itulah saya mengikuti perjalanan Pandji. Saya mengikuti blog kolam komiknya dan terutama, menonton rekaman Tour MDB via youtube.  

Menonton  bagaimana seorang Pandji bercerita tentang kehidupannya dan mengungkapkan berbagai keresahannya di MDB membuat saya menjadi iri. Saya iri melihat para penonton yang tertawa riuh dikala pandji dengan ganasnya melemparkan berbagai celotehannya. Saat itulah saya berjanji pada diri saya sendiri 
Suatu saat kalau pandji buat tour lagi, saya harus nonton!!!

Sabtu, 2 November 2013. Janji itu pun terbayar LUNAS. 
Terima kasih telah membawa Pandji ke kota istimewa, Yogyakarta, @smartfrenworld. 
Terima kasih sudah membantu mewujudkan salah satu impian saya :)

Saya sudah membeli tiket #MesakkeBangsaku Yogyakarta semenjak lebih dari 1 bulan yang lalu. Meskipun deadline tesis membuat saya selalu berharap agar bulan Oktober tidak segera berakhir, rasa bersemangat menunggu kehadiran tanggal 2 November tidak bisa dipungkiri. 




Akhirnya, 2 November 2013 pun datang. 
Saya sampai di AKS Tarakanita sekitar jam 7 malam. Karena agak terlambat datangnya, saya pun harus puas duduk di deretan agak belakang. 

Sekitar pukul 7.35 (jam saya), duet  @oomimot dan @yusrilfahriza pun  mulai membuka acara. Ruangan yang awalnya dipenuhi dengan suara bincang halus, pun berubah menjadi sebuah koor tawa saat duo MC ini mengambil panggung. 
Malam minggu telah dimulai!! Yayyy!!!

Sebagai comics opener dari Yogyakarta, Nanda berhasil mengocok perut para penonton dengan gaya "sok imut ala wota nya" :P. Meskipun belum pernah melihat langsung penampilannya, saya puas dengan penampilannya. Pandji pintar memilih openernya. 

Jika penampilan opener bisa menjadi indikator dari seberapa pecahnya #MesakkeBangsakuYogyakarta, yang didukung oleh @smartfrenworld ini, maka saya yakin malam minggu saya kali ini, akan luar biasa menyenangkan. 

Opener kedua  adalah Kamga Tangga. Lagi-lagi, ini adalah pertama kalinya saya melihat aksinya menjadi komik. Semuanya aja pertama kali nhir, ketahuan deh kan kalau bukan anak gaul :))). 
Ternyata ni orang bocor juga. bit-bit yang disampaikan sangat "berkarakter"- if you know what i mean ;-) -

Setelah dihibur oleh 2 orang opener brilian malam ini, muncullah Sang Bintang. 
Dengan memakai kaos putih #MesakkeBangsaku dibalut dengan jas putih, Pandji masuk panggung dengan diiringi hujan tepuk tangan dari bangku penonton. Sekilas, saya melihat pancaran bangga di matanya. Suatu perasaan yang sangat wajar, karena dia memang pantas untuk berbangga diri melihat ratusan penonton memenuhi AKS Tarakanita untuk mendengarkan keresahannya tentang Bangsa ini. 

Tidak ada menit yang berlalu tanpa senyum lebar, tepuk tangan, tawa lebar dan sesekali wajah ngowoh, berusaha mencerna bit-bit cerdas dan sesuai realita dari pandji. Saya pribadi, terpukau dengan sudut pandang pandji dalam membawakan bit tentang kaum minoritas dan pendidikan Bangsa ini.
Lagi-lagi Pandji berhasil memukau saya. 
Lagi-lagi saya harus mengakui bahwa dibalik "on cue ngondeknya", Pandji telah menunjukkan kelasnya sebagai seorang komik berkualitas. 

#MesakkeBangsakuYogyakarta malam ini, tidak hanya membuat saya terhibur dan tertawa terbahak-bahak, tapi Pandji telah mengambil posisi seorang guru bagi saya, bagi kami, semua penonton. 


Dalam salah satu materinya tentang pendidikan, Pandji mengatakan 
Cara supaya menjadi orang sukses adalah dengan banyak bermain *membayangkan para guru ngomel-ngomel ke Pandji*

Dengan caranya sendiri, Pandji mengajak saya dan penonton lainnya untuk bermain malam ini. 
Pandji mengajak kami bermain sembari melihat potret bangsa ini dari kaca matanya, yang menurut saya adalah kaca mata yang kritis. 

Pandji mengajak kami semua menyadari permasalahan bangsa ini, tapi ia menolak untuk mengambil cara mengeluh dan berontak. 
Justru, Pandji mengajak kami mengenal bangsa ini dengan menertawakan berbagai "keajaiban ala Indonesia". 

Malam ini kami tertawa lepas, kami bersenang-senang, kami bermain bersama dan disaat itulah Pandji menyusupkan pelajaran tentang Indonesia kepada kami.

Cerdik sekali bukan?. 

 Melihat dari judulnya, #MesakkeBangsaku mungkin terkesan seperti satu ungkapan pesimis. Layaknya seorang yang putus asa dan mengatakan "Kasihan ya Bangsaku". 
Seperti pernyataan yang diucapkan seorang Guru Besar Psikologi UGM beberapa hari lalu dalam pidato pengukuhannya 
Permasalahan indonesia tidak akan selesai hanya dengan merasa sedih, menarik nafas apalagi mengasihani Indonesia. Kita harus mulai bergerak. - Prof. Kwartarini Wahyu Yuniarti, 2013-

Bergerak seperti apa? 
Bergerak dengan cara apapun yang kamu bisa. 
Kembali mengutip pernyataan Pandji 
"We are what we know"

Pandji mengajak kita untuk terus belajar, agar bangsa ini memiliki generasi yang terdidik. 

Terima kasih untuk pelajarannya yang menyenangkan malam ini, Pandji. 
Ditunggu pelajaran selanjutnya :)


- @Nhira_jiks -


Saturday 31 August 2013

Kami, Si Pemimpi

Kami, Si pemimpi...
Begitulah kata orang-orang.
Kami, Si pemimpi...
Kata orang, kami tidak akan bisa meraih mimpi kami yang begitu tinggi.
Kami, Si pemimpi...
"Sudah sejauh mana usaha kalian? Baru segitu? Kalian beneran mau meraih mimpi itu nggak sih?"
Kami, Si pemimpi...
Beratus bahkan mungkin ribuan kali kami menangis, gundah dan tak jarang kaki ini mulai lelah untuk melangkah. Tangan ini sudah tak kuat meraih. Mulut ini tak lagi mampu untuk bicara.

Kami, Si pemimpi...
Setiap hari berpikir keras, setiap jam merasa deg-degan, setiap menit mempertanyakan dan setiap detik diam-diam mengucap doa demi RidhaNya atas mimpi kami
Kami, Si pemimpi...
Tak jarang merasa marah dengan keadaan dan bahkan diri kami sendiri.
Kami, Si pemimpi...
Melakukan APAPUN demi tercapainya mimpi kami. Berjualan makanan dan buku, membuat seminar dan workshop, ikut kuis-kuis lepas, membantu dosen, menjadi tester psikotes sampai berjualan pernak-pernik dan mainan.
Kami, Si pemimpi...
Telah mencoba semua hal, kadang berhasil dan kadang pun jatuh tersungkur.
Kami, Si pemimpi...
Telah melakukan banyak hal. Hanya satu yang belum kami lakukan, Menyerah. 1 hal ini tidak pernah kami lakukan meskipun sangat menggiurkan untuk dicoba. Tolakan kami untuk menyerah ini pula lah, yang akhirnya membawa kami ke mimpi kami.
Melbourne adalah mimpi kami...
Kami adalah 18 orang Mahasiswa Magister Profesi Klinis UGM Angkatan 8.
Melbourne dan Mapronis8.
2 kata yang terpisah dan terpaut jarak yang jauh.
Tapi, tidak lagi sekarang..
Mapronis8 dan Melbourne, telah melebur jadi 1 dan menghembuskan nafas syukur atas terwujudnya sebuah mimpi.


Saturday 13 April 2013

Smile and Life

Have I ever thought about how complicated my life is?
I have. A lot of time...

Have I ever thought that I had nothing but misery in my  life?
Well,, every once a while, i have.

Have I ever felt that I am the most unfortunate person in this whole world?
Yes, I have..

Have I ever felt that I am doing a worthless life?
Mmmm... I have...

On Monday, April 7th 2013.
Something life changing happened.

On Monday, April 7th 2013.
I felt ashamed, because i ever let myself thought about those things.
Ashamed was not even right to describe my feelings.
Perhaps, "Disgusted" was a perfect word for my feelings at that time.

I felt disgusted of myself because of my habit of grumbling. 
I, who run a pretty colorful healthy life, still grumbling about how bad my life was.
I still grumbling about anything that ain't right.
I still grumbling about everything. Every little things that not even matter.

While,
There they were...
Bunch of children, in very young age, were fighting their cancer.
They had to live with syringe stuck in their arms every days of their life.
They had to bear the pain every seconds of their life.
They had to accept that they could not enjoy their life as normal as the other kids did.
They had to do many things because they HAD to, not because they WANT to.


Were they afraid?
They probably were, but it didn't make them stop smiling

Were they disappointed?
Perhaps, but still. They still enjoy the life

There they were...
Among all those restriction, they still had the urge to smile genuinely.

If those children were that happy to face their life,
Then did  i have a single reason to not to?

Monday 31 December 2012

Kata-kataku untukmu, 2012

Hai 2012,
Aku datang padamu untuk mengucapkan bahwa keberadaanmu membuatku sakit.
Aku datang padamu untuk mengatakan bahwa keberadaanmu itu terasa pahit, sepahit obat cina yang harus Aku minum dikala radang tenggorokanku kambuh.
Aku datang padamu untuk menyerukan bahwa keberadaanmu telah menorehkan beberapa luka, yang masih terasa perih hingga saat ini.

Hai 2012,
Kamu tahu bahwa keberadaanmu sudah membuatku jungkir balik kan?
Kamu tahu bahwa keberadaanmu membuatku susah tidur?
Kamu tahu bahwa keberadaanmu seringkali membuatku tertunduk lesu dan menangis?

Apakah saya marah padamu, 2012?

Dengarkan aku 2012,
Karena Aku hanya akan mengatakan ini padamu satu kali

2012,,
Kamu memang bukanlah tahun yang penuh bunga, tapi ternyata kamu dihiasi dengan berbagai bunga yang cukup banyak dan cukup harum untuk mewarna hariku..

Kamu memang bukanlah tahun yang sangat damai, tapi ternyata aku membutuhkan ketidakdamaian dan ketidaktenangan itu untuk melecutkan diriku agar melompat lebih tinggi.

Kamu memang bukanlah tahun yang penuh keberhasilan, tapi ternyata kegagalan yang hadir justru membuatku menjadi lebih menghargai seberapa besar variabel usaha dan doa menjadi penentu dalam masa depanku.

Kamu memang bukanlah tahun yang membuatku selalu bernapas lega, tapi ternyata aku memang butuh untuk merasakan sesaknya napas agar aku belajar untuk berbagi dan memberikan kasih sayang.

Kamu memang bukanlah tahun yang spektakuler, tapi aku belajar bahwa memang tidak semua hal harus selalu spektakuler, karena bila begitu, tidak akan ada lagi yang namanya sesuatu yang luar biasa.

2012,,
Terima kasih untuk semua keluh kesah, kebingungan, kekecewaan dan kesedihan yang kau hadirkan..
Karena dengan mengalaminya, aku dapat menemukan kehangatan dari sebuah genggaman tangan, ketenangan dari sebuah pelukan, kenyamanan dari obrolan hati ke hati, senyum simpul dari ingatan akan kenangan lalu, kedamaian dari perhatian orang-orang yang dicintai dan tentunya keagungan Allah SWT, bahwa Ia memang tidak pernah tidur dan selalu ada bagi hambaNya, kapanpun, dimanapun, apapun keadaannya.

2012,,
Senang bertemu denganmu. Bawalah temanmu yang bernama 2013.

2013,,
Sampai bertemu ya..
Tidak sabar untuk menjadi teman seperjalananmu.

Thursday 15 November 2012

Hujan

Jogja akhirnya disinggahi oleh awan hitam yang dengan senang hati menumpahkan seluruh isinya ke seluruh penjuru kota.
Untungnya saat hujan deras mengguyur kota, aku sudah ada di rumah, segar sehabis mandi dan siap untuk makan malam.

Hujan kali ini ternyata tak datang sendirian, dia datang bersama angin yang cukup kencang.
Dalam hati, aku tak henti mengucap syukur karena tadi sehabis dari kampus, aku langsung memutuskan untuk pulang.
Baru saja aku selesai mengucapkan "Alhamdulillah", tiba-tiba terdengar sebuah suara "krincing-krincing" khas penjual sate dari luar.

Ya Allah, itu beneran tukang sate jualan pas hujan deras begini? Semangat sekali!!! -ucapku sambil lalu-
ternyata, ucapan sambil lalu ku ini ditimpali oleh diriku sendiri
Itu yang namanya bekerja keras, Nhira. Bapak tukang sate ini pasti punya keluarga yang menunggunya di rumah. Kalau dia tidak terus berjualan, bagaimana caranya bisa memberi makan keluarganya? 

Deg!
Hatiku rasanya mencelos.
Rasanya jantungku mau jatuh saat itu juga.

Ternyata di luar sana, ada orang yang menolak untuk menganggap hujan sebagai halangan untuk bekerja.
Ternyata di luar sana, hujan bukan jadi penghalang untuk mencari sesuap nasi.
Dan ternyata di luar sana, ada orang yang berani untuk mengalahkan suara hujan dengan nyaringnya suara bel, demi beberapa rupiah yang akan dia bawa pulang ke rumah.

Tiba-tiba aku merasa ditampar.
Seharian ini aku berpetualang dari sudut sleman satu ke sleman lainnya demi menjalankan tugas praktek kerja dan demi berangkat ke Melbourne.
Seharian ini pula aku menembus hujan dan terkena terik matahari demi dua hal di atas
Seharian ini pula rasanya aku mau semaput karena dikejar waktu yang mepet untuk melaksanakan berbagai hal.

Baru 1 hari dan aku sudah merasa lelah sekali.

Padahal bapak tukang sate ini mungkin sudah berkali-kali dia terus berjualan di tengah hujan deras dan angin kencang.
 Tapi dia ternyata terus mendorong gerobaknya dengan setia.
Ya,,,dia kan punya keluarga yang harus dibiayai... Wajar dia seperti itu -ucap satu bagian diriku-
Bagian diriku yang lain menjawab
Memangnya kamu anggap mimpimu, cita-citamu dan tujuan hidupmu itu sesuatu yang tidak pantas untuk diperjuangkan? 
Memangnya mimpi-mimpi dan cita-citamu itu akan terwujud kalau kamu terus menerus memutuskan berhenti disaat keadaan tidak nyaman buatmu? 

Saat itu juga aku terdiam...

Aku menangis pelan..

Dear Future Nhira, 
 When you're on your way of pursuing your dream, 
 Let not rain, storm or even hurricane stopping you.. 
 Keep walking. Keep struggling.
 Because there is a cozy safe place, called your successful place,  waiting ahead of you



 

Monday 22 October 2012

Lintasan "Perjuangan"


Ada suatu hal yang menarik dari sebuah pagi
Dia datang dengan membawa banyak hal, terutama suatu hal bernama dilema.

Setiap pagi, 
selalu saja ada perpaduan antara rasa mengantuk, malas dan semangat untuk bangkit dari tempat tidur. 

Aku tidak akan berbohong, 
ada beberapa detik dimana aku selalu bertanya pada diriku sendiri 
"Pagi ini mau beranjak dari tempat ternyaman ini? (baca: kasur) "

Seiring dengan makin tingginya godaan untuk terus merebahkan diri di kasur, 
ternyata dorongan untuk menggerakkan tubuh untuk duduk dan bergerak menjauh dari tempat tidur jauh lebih besar. Okey, 1 dilema berhasil diatasi di pagi ini. 

Beberapa saat kemudian, 
Sebuah motor hitam melaju membelah kota. Belok ke kiri, ke kanan dan sesaat berhenti di sebuah lampu merah. 
Ransel hitam yang menempel di punggung terasa cukup berat,, 
Ingin rasanya melepaskan ransel ini, tetapi bagaimana bisa? 
Hhhhh.... terasa melelahkan ya ternyata.  
 

Satu pemikiran kemudian menyelinap dan mendorong jauh-jauh rasa lelah tadi,,
"Demi sebuah cita-cita!! Bukankah ini yang kamu inginkan? Berjuanglah.."
Itu kata otakku. atau kata hatiku? 
Entahlah... 
Yang jelas, rentetan kata itu cukup untuk membuatku menarik napas panjang beberapa kali dan kemudian menyunggingkan senyum di pagi hari. 
Sebuah senyum pertama, yang dilakukan atas rasa syukur aku masih bisa bertemu dengan hari ini,

Mataku pun mengedarkan pandangannya ke jalanan di sekitarku
Tepat di depanku ada sebuah zebra cross..
Seorang mbah dengan badan terbungkuk-bungkuk membawa bakul di punggungnya menyebrang pas di depanku. 
Ia berjalan dengan cukup cepat tanpa melihat ke kanan dan ke kiri. Tatapannya lurus ke bawah, seakan menandai sesuatu.
Di belakang mbah ini, berjalanlah seorang laki-laki paruh baya dengan tas tangannya. 
Dengan menatap lurus ke depan, ia mengayunkan langkahnya dengan pasti


Disaat itu aku tersadar.. 
Kalau tadi aku berkata pada diriku sendiri bahwa saat ini aku sedang berjuang, ternyata aku tidak berjuang sendirian. 
Mbah yang membawa bakulnya tadi berjuang, 
Begitu pula dengan laki-laki dengan tas tangannya tadi
Begitu juga dengan penjual bubur ayam yang mendorong gerobak buburnya di ujung jalan tadi
Satpam yang berdiri di dekat ATM pun juga
dan hey,,, bahkan Ibu wati yang tadi membuka dan menutupkan pagar untukku pun sedang berjuang

Tetiba aku merasakan aliran ketenangan saat mengatakan
"Berjuanglah... " 
tadi memudar..

Jantungku berdebar cukup kencang, 
Entah tubuhku sedang berusaha mengatakan apa,,
Mungkin dia berkata bahwa jika aku merasakan  kelelahan,aku disuruh mengakuinya saja. 

Terima saja bahwa aku sedang capek dan badanku lelah. toh dengan mengakuinya bukan berarti aku mengeluh. Justru dengan mengakuinya, aku bisa mengajak tubuhku beristirahat sejenak dan tidak lagi terlalu memaksanya. 

Dengan mengakuinya, aku sadar bahwa perasaan ini wajar untuk dirasakan oleh orang-orang yang sedang "berjuang" sepertiku.. 

Dengan mengakuinya, aku sadar bahwa dalam perjuanganku ternyata aku tidak sendirian. 

Akan ada banyak penyandang ransel, pembawa bakul, pemegang tas tangan, pendorong gerobak, penjaga tempat dan pembuka pagar yang akan terus menemaniku berjalan di lintasan perjuangan masing-masing.. 

Mungkin, suatu saat di masa depan, lintasan kami akan kembali saling bertemu dan bersilangan, hanya untuk sekedar menyapa dan mengatakan 
"Hei,, aku masih berjuang untuk cita-citaku. Kamu juga kan?. Sampai bertemu di perlintasan berikutnya ya!"


Friday 24 August 2012

The Value

Few days ago, my aunt told me a story about her childhood and how tough their life back then.
She told me about their effort ONLY to find a water source to provide the family of 8 children.

Days were hard at that time, especially for them to find water.
Their neighbor had a well but they can't access it easily.
So my grandpa did the sunah prayer and he threw a large plaited mats to a ground. In his heart, he prayed "Oh God, Please show me where i can find the water source for my family".
Then the plaited mats fell in a spot, where he started digging to make this family's well.
Because of his pure heart and intentions, after digging for about 4 meters,
he caught a splatter of a water.
Slowly but sure, the water kept pushing the ground and finally filled the hole he made.
My grandpa uttered "Alhamdulillah"

Since that day, my Grandpa had a new routine, which was dig for 1 more meter every month.
He did that all by himself, with my aunt (she was in elementary school) waited for him outside the well.

When i heard her story, my visual brain imagined what it was like to be my grandpa at that time.
I imagined putting myself 5 meters down the ground,
Realized that it was really dark and i put myself in danger for my family.
I had no idea why and how my grandpa could do it.

That moment, i almost burst into tears.
There was this feeling of sad, proud and mostly honored to be his grandchildren.

That moment, i realized that i came from a very great family
Family, that accomplished  their success by using all efforts and prayers they could possibly do

That moment, i realized that if the struggle spirit could be passed on through generation,
There is huge stream of struggling spirit running in my blood.

And I could not say any more words except,
Thank You Allah, for letting me be the part of this family
and Thank You Allah for making me realize that I don't need to worry, even tough i still have a long way to go. Because i will always survive, NO MATTER WHAT!

Sean Covey, once said 
To realize the value of one year 
Ask a student who failed her AP exams 
To realize the value of one month 
Ask a mother who gave birth to a premature baby 
To realize the value of one week 
Ask an editor of a weekly magazine 
To realize the value of one day 
Ask a daily wage laborer with six kids to feed 
To realize the value of one hour 
Ask the lovers who are waiting to meet 
To realize the value of one minute 
Ask a person who missed the train 
To realize the value of one second 
Ask the person who survived an accident 
To realize the value of one millisecond 
Ask the person who won a silver medal in the Olympics 
(7 Habits of Highly Effective Teens by Sean Covey)
If I Might add,
To realize the value of a family
Ask the person who is willing to do everything for his loved ones

Saturday 16 June 2012

Pewujud Mimpi


Saat ini, saya baru bisa berkata 
"suatu hari nanti, saya akan ada disana"

Suatu hari nanti, saya akan berkata 
"Dulu saya pernah berkata, suatu hari nanti saya akan disini. Lihatlah saya sekarang, SAYA ADA DISINI"

Beberapa detik lalu, saya baru bisa bermimpi.
Detik ini, saya sudah bergerak menuju mimpi saya. 
Bergerak untuk memecah sebongkah mimpi menjadi ribuan pencapaian yang dimulai dari mimpi 
Dan beberapa waktu lagi, saya yakin bahwa saya akan mengucapkan kata 
"Alhamdulillah,, Saya berhasil berada disini" 

Wednesday 2 May 2012

Menjadi Dewasa

Dulu saat masih kecil, aku terbiasa membayangkan kalau nanti  aku dewasa, aku akan menjadi orang dewasa yang keren.
Yaitu orang yang pintar dan tahu segalanya, punya pekerjaan dan uang sendiri, mengendarai mobil, bersikap sopan, selalu tersenyum manis dan mematuhi aturan.


Seiring aku tumbuh dewasa, aku tetap mempertahankan bayangan ideal seperti ini.
Aku coba melihat seberapa dekat diriku dengan gambaran ideal ini dan biasanya jawabannya adalah
"Yah masih cukup banyak yang perlu dirubah. Tapi tidak apa-apa, kan aku masih belum dewasa. Masih ada waktu"

Saat ini, secara hukum dan sosial aku sudah dewasa.
Bila aku lihat kembali ke gambaran idealku, ternyata aku belum sepenuhnya berhasil memenuhinya.

1) Orang yang pintar dan tahu segalanya--) Well, saat ini aku masih kuliah dan meskipun aku belum jadi orang yang sepenuhnya pintar, paling tidak aku mengerti tentang ilmu yang aku pelajari saat ini. So, i figured it's checked

2) Punya pekerjaan dan uang sendiri --) Saat ini aku masih kuliah dan sedihnya masih bergantung dengan orang tuaku, terutama masalah finansial. so it's not checked

3) Mengendarai mobil --) Aku bisa mengendarai mobil dengan lancar di jalanan stadion dan mendadak grogi di jalan sebenarnya. Aku sangat takut kalau harus ke jalan menanjak dan sampai saat ini belum dapat sim A. so it's not checked

4) Bersikap sopan --) well, i try to but not always. so it's half checked (?) 

5) Selalu tersenyum manis --) hah,,,NOT ALWAYS. so it's half checked

6) Mematuhi aturan --) Hmm,,,who am i kidding? I try to follow rules, but the truth is i cant follow all of them. pada beberapa kesempatan, bahkan aku menikmati melanggar aturan. so it's half checked

Melihat list checked, not checked dan half checked diatas, bisa dikatakan kalau aku belum sepenuhnya sesuai dengan gambaran idealku. Kali ini tidak ada lagi pembelaan "aku kan masih belum dewasa" yang keluar dari mulutku. Lalu bagaimana?

Apakah ini artinya aku belum menjadi wanita dewasa?
Atau, aku gagal untuk menjadi wanita dewasa?

-------------------------------------------------IIIII----------------------------------------------------------

Beberapa hari lalu aku akhirnya punya kesempatan untuk pergi bersama 3 teman kuliahku semasa S1. Cukup banyak yang kami bicarakan, terutama pembicaraan masalah "life after uni". Pembicaraan dengan tema ini ternyata cukup menarik. Hidup kami berempat saat ini terpusat di kampus, sedangkan banyak teman seangkatan kami yang sudah melanglang buana di dunia kerja bahkan sudah menikah dan mempunyai anak. Lalu kami? Kami masih saja berurusan dengan hal-hal akademik.

Kami tahu kehidupan seseorang itu layaknya skor ipsatif, yaitu tidak dapat dibandingkan antara orang satu dan yang lainnya, tetapi tak urung hal ini membuat kami berpikir. Kami saat ini sibuk mengejar karier, tetapi bagaimana nanti keadaannya saat kami harus memikirkan keluarga dan menempatkan prioritas kehidupan keluarga diatas prioritas pribadi?

Beberapa temanku telah memutuskan mereka nantinya akan seperti apa.
Aku?? Jujur. Aku bingung.
Aku hanya tahu bahwa suatu saat nanti (saat aku berkeluarga), aku harus siap untuk menahan keinginanku untuk terbang dan menjelajahi semua hal yang saat ini tampak menjadi fokusku.
Suatu saat nanti, aku harus membiarkan kepentingan keluargaku untuk terbang lebih tinggi terlebih dahulu. Saat mereka telah siap dilepas, barulah kepentinganku bisa kuizinkan terbang.

Saat kami tengah membicarakan ini, aku tiba-tiba kaget sendiri. Ternyata kami yang dahulu masih mahasiswa baru dan membahas bagaimana besok akan presentasi, ujian dan cowok yang ditaksir, saat ini telah membicarakan tentang berkeluarga, yap berkeluarga lengkap dengan suami, anak dan detail lainnya.

Berkebalikan dengan tema perbincangan kami, perilaku kami ternyata tak sepenuhnya serius.
Beberapa kali kami tertawa keras bahkan sampai beberapa orang menoleh kaget ke meja kami.
Kami saling ejek karena kelakuan kami di masa lalu yang bahkan sampai detik ini belum  berubah (salah satunya adalah kebiasaanku menghilangkan kunci di tas dan salah satu temanku harus membongkar tasku hanya untuk menemukan kunci itu terselip di tas).
Kami berbicara dan tertawa sangat keras di jalanan bahkan sampai orang di jalan dan di motor lain pun bisa mendengar dengan jelas.
Kami... yang katanya perempuan yang telah dewasa ini masih melakukan hal-hal kekanakan seperti itu. 

Apakah ini yang namanya dewasa?
Kenapa bisa seorang dewasa bercicara seserius itu tetapi tetap berkelakuan seperti itu?
Kenapa ini terasa berbeda dengan gambaranku tentang menjadi dewasa?

------------------------------------------IIIII-----------------------------------------------------------------

Apakah aku sudah dewasa?

Berdasarkan WHO ditinjau dari sisi umur, aku sudah dewasa
Berdasarkan gambaran ideal Nhira kecil tentang bagaimana seorang dewasa itu, Aku belum bisa dikatakan sepenuhnya dewasa.
Lalu standar mana yang harus diikuti?
Apakah memang ada standardnya?


Atau,,
Mungkin tidak perlu standard khusus untuk mengatakan bahwa aku sudah dewasa.
Mungkin hanya diperlukan satu pernyataan sederhana bagi hati kecilku
"apakah kamu sudah siap untuk menerima dirimu apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya?"
kalau memang jawabannya adalah Iya,
MUNGKIN aku sudah menjadi dewasa. Mengapa?
Karena akhir-akhir ini aku menyadari bahwa menerima diriku apa adanya itu susah dan saat aku mulai bisa menerima satu bagian diriku apa adanya, aku merasakan sensasi baru dalam diriku. Suatu sensasi seakan aku tumbuh dan berkembang menjadi seseorang.

Apakah ini namanya menjadi dewasa?
Aku tidak tahu.
After all, Who knows growing up could be this confusing yet challenging?  :P