Wednesday 2 May 2012

Menjadi Dewasa

Dulu saat masih kecil, aku terbiasa membayangkan kalau nanti  aku dewasa, aku akan menjadi orang dewasa yang keren.
Yaitu orang yang pintar dan tahu segalanya, punya pekerjaan dan uang sendiri, mengendarai mobil, bersikap sopan, selalu tersenyum manis dan mematuhi aturan.


Seiring aku tumbuh dewasa, aku tetap mempertahankan bayangan ideal seperti ini.
Aku coba melihat seberapa dekat diriku dengan gambaran ideal ini dan biasanya jawabannya adalah
"Yah masih cukup banyak yang perlu dirubah. Tapi tidak apa-apa, kan aku masih belum dewasa. Masih ada waktu"

Saat ini, secara hukum dan sosial aku sudah dewasa.
Bila aku lihat kembali ke gambaran idealku, ternyata aku belum sepenuhnya berhasil memenuhinya.

1) Orang yang pintar dan tahu segalanya--) Well, saat ini aku masih kuliah dan meskipun aku belum jadi orang yang sepenuhnya pintar, paling tidak aku mengerti tentang ilmu yang aku pelajari saat ini. So, i figured it's checked

2) Punya pekerjaan dan uang sendiri --) Saat ini aku masih kuliah dan sedihnya masih bergantung dengan orang tuaku, terutama masalah finansial. so it's not checked

3) Mengendarai mobil --) Aku bisa mengendarai mobil dengan lancar di jalanan stadion dan mendadak grogi di jalan sebenarnya. Aku sangat takut kalau harus ke jalan menanjak dan sampai saat ini belum dapat sim A. so it's not checked

4) Bersikap sopan --) well, i try to but not always. so it's half checked (?) 

5) Selalu tersenyum manis --) hah,,,NOT ALWAYS. so it's half checked

6) Mematuhi aturan --) Hmm,,,who am i kidding? I try to follow rules, but the truth is i cant follow all of them. pada beberapa kesempatan, bahkan aku menikmati melanggar aturan. so it's half checked

Melihat list checked, not checked dan half checked diatas, bisa dikatakan kalau aku belum sepenuhnya sesuai dengan gambaran idealku. Kali ini tidak ada lagi pembelaan "aku kan masih belum dewasa" yang keluar dari mulutku. Lalu bagaimana?

Apakah ini artinya aku belum menjadi wanita dewasa?
Atau, aku gagal untuk menjadi wanita dewasa?

-------------------------------------------------IIIII----------------------------------------------------------

Beberapa hari lalu aku akhirnya punya kesempatan untuk pergi bersama 3 teman kuliahku semasa S1. Cukup banyak yang kami bicarakan, terutama pembicaraan masalah "life after uni". Pembicaraan dengan tema ini ternyata cukup menarik. Hidup kami berempat saat ini terpusat di kampus, sedangkan banyak teman seangkatan kami yang sudah melanglang buana di dunia kerja bahkan sudah menikah dan mempunyai anak. Lalu kami? Kami masih saja berurusan dengan hal-hal akademik.

Kami tahu kehidupan seseorang itu layaknya skor ipsatif, yaitu tidak dapat dibandingkan antara orang satu dan yang lainnya, tetapi tak urung hal ini membuat kami berpikir. Kami saat ini sibuk mengejar karier, tetapi bagaimana nanti keadaannya saat kami harus memikirkan keluarga dan menempatkan prioritas kehidupan keluarga diatas prioritas pribadi?

Beberapa temanku telah memutuskan mereka nantinya akan seperti apa.
Aku?? Jujur. Aku bingung.
Aku hanya tahu bahwa suatu saat nanti (saat aku berkeluarga), aku harus siap untuk menahan keinginanku untuk terbang dan menjelajahi semua hal yang saat ini tampak menjadi fokusku.
Suatu saat nanti, aku harus membiarkan kepentingan keluargaku untuk terbang lebih tinggi terlebih dahulu. Saat mereka telah siap dilepas, barulah kepentinganku bisa kuizinkan terbang.

Saat kami tengah membicarakan ini, aku tiba-tiba kaget sendiri. Ternyata kami yang dahulu masih mahasiswa baru dan membahas bagaimana besok akan presentasi, ujian dan cowok yang ditaksir, saat ini telah membicarakan tentang berkeluarga, yap berkeluarga lengkap dengan suami, anak dan detail lainnya.

Berkebalikan dengan tema perbincangan kami, perilaku kami ternyata tak sepenuhnya serius.
Beberapa kali kami tertawa keras bahkan sampai beberapa orang menoleh kaget ke meja kami.
Kami saling ejek karena kelakuan kami di masa lalu yang bahkan sampai detik ini belum  berubah (salah satunya adalah kebiasaanku menghilangkan kunci di tas dan salah satu temanku harus membongkar tasku hanya untuk menemukan kunci itu terselip di tas).
Kami berbicara dan tertawa sangat keras di jalanan bahkan sampai orang di jalan dan di motor lain pun bisa mendengar dengan jelas.
Kami... yang katanya perempuan yang telah dewasa ini masih melakukan hal-hal kekanakan seperti itu. 

Apakah ini yang namanya dewasa?
Kenapa bisa seorang dewasa bercicara seserius itu tetapi tetap berkelakuan seperti itu?
Kenapa ini terasa berbeda dengan gambaranku tentang menjadi dewasa?

------------------------------------------IIIII-----------------------------------------------------------------

Apakah aku sudah dewasa?

Berdasarkan WHO ditinjau dari sisi umur, aku sudah dewasa
Berdasarkan gambaran ideal Nhira kecil tentang bagaimana seorang dewasa itu, Aku belum bisa dikatakan sepenuhnya dewasa.
Lalu standar mana yang harus diikuti?
Apakah memang ada standardnya?


Atau,,
Mungkin tidak perlu standard khusus untuk mengatakan bahwa aku sudah dewasa.
Mungkin hanya diperlukan satu pernyataan sederhana bagi hati kecilku
"apakah kamu sudah siap untuk menerima dirimu apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya?"
kalau memang jawabannya adalah Iya,
MUNGKIN aku sudah menjadi dewasa. Mengapa?
Karena akhir-akhir ini aku menyadari bahwa menerima diriku apa adanya itu susah dan saat aku mulai bisa menerima satu bagian diriku apa adanya, aku merasakan sensasi baru dalam diriku. Suatu sensasi seakan aku tumbuh dan berkembang menjadi seseorang.

Apakah ini namanya menjadi dewasa?
Aku tidak tahu.
After all, Who knows growing up could be this confusing yet challenging?  :P