Tuesday 15 December 2009

Rp 500

Aku menulis tentang ini bukan untuk membicarakan betapa rendah nilai Rp 500 di depan mata seorang Nhira, tetapi untuk membicarakan betapa tingginya makna Rp 500 ku bagi seorang bapak tukang parkir di stasiun Tugu. 










Uang itu aku keluarkan dari kantong sakuku tadi pagi menjelang siang. 

Uang yang selama ini bahkan aku lupakan keberadaannya di kantungku. 


Tadi pagi menjelang siang, aku dan temanku memutuskan untuk mengobati rasa lapar kami di warung soto sulung stasiun Tugu (FYI, soto sulungnya enaaak banget! if you claim yourself as culinary lovers, then you should try it!). 


Untuk masuk ke warung ini, kita harus masuk ke dalam stasiun tugu, bayar Rp 1500 untuk dapat karcis parkirnya dan kemudian memakirkan motor di depan warung soto itu (harusnya sih nggak boleh, tapi kebanyakan orang begitu. jadi ya sudahlah..)

Selesai memesan soto sulungnya, aku dan winda (temanku) duduk dan menyantap makanannya. kira-kira setengah jam kemudian kami selesai makan dan beranjak dari tempat duduk kami. Keluar dari warung, aku mendapati motorku ditutupi 2 kardus sebagai penutup jok dan refleks aku menyentuh kantung jeans ku dan menemukan Rp 500. pas sekali saat winda bilang 
teh, ada Rp 500 nggak?

(aku pun mengangguk dan memberikan uang logam hasil temuanku itu)

Tanpa sadar ekor mataku menangkap sosok si Bapak tukang parkir itu saat menerima uang itu dengan wajah yang sangat sumringah dan berkali-kali si bapak mengucapkan terima kasih. 

Melihat ini, tiba-tiba aku tersadar. 
tadi kan pas masuk aku sudah bayar uang parkir yang Rp 1500 itu. Seharusnya aku tidak harus bayar lagi yah?

Kemudian pikiran ku yang lain langsung mengambil alih 
sudahlah, cuma Rp 500 ini. Di dompetmu justru lebih banyak uang yang bernilai lebih dari Rp 500. Hitung-hitung bagi rezeki

aku pun tak lagi memikirkan ketidakharusanku untuk membayar. karena memang aku merasa pikiranku yang terakhir tadi ada benarnya. kenapa aku harus mempermasalahkan Rp 500 itu? tapi tak urung, ekspresi senang bapak tadi kembali terbayang. dalam hati aku berkata 
kenapa bapak itu sebahagia itu yah?

apakah selama ini jarang sekali orang yang memberinya uang jasa atas kardus-kardus yang ia taruh di atas jok motor?


Bahkan saat kami lewat di depannya, ia masih saja membungkuk dengan kepala ditundukkan seakan memerintahkan seluruh tubuhnya untuk turut mengucapkan terima kasih. 

 Deg

Hatiku langsung terasa dipukul keras, aku dan winda hanya memberikan bapak itu 2 keping Rp 500 kami. 

Keping itu pun hampir aku lupakan keberadaannya, 
Satu keping yang ternyata bapak itu terima dengan begitu senangnya. 


Ternyata 2 keping uang logam sangat berharga bagi orang-orang di luar sana. 
Selama ini terkadang aku hidup dengan cangkang kecil yang kubuat sendiri. 

Hidup di tengah-tengah hidup yang memperlakukanku dengan baik seakan membuatku terlena akan keberadaan hidup yang memperlakukan sebagian orang dengan begitu kerasnya. 


Sedari kecil hidupku nggak pernah berkekurangan, bukan berarti aku hidup dengan kekayaan yang tidak akan habis 7 turunan, bukan...bukan itu!
Kekayaan orang tuaku biasa saja, walaupun tak pernah kekurangan untuk apapun. 
Biaya sekolah lancar, biaya bersenang-senang, beli boneka, mainan, novel, film, kaset, snacks bahkan makanan berat pun ada. 

Itupun terkadang aku masih kurang bersyukur atas semua yang aku punya. 


Hari ini aku kembali tersadar oleh uang logam Rp 500 dan senyum serta raut terima kasih bapak itu. 

Seorang Nhira dan mungkin orang-orang lain di dunia ini perlu untuk melihat senyum bapak itu untuk membuat mereka sadar betapa beruntungnya mereka


















2 comments:

  1. hehe
    makanya jangan menyepelekan hal kecil, sampah saja bisa dijadikan emas^^

    ReplyDelete
  2. yup,,,

    aku sudah belajar untuk "never take things for granted"

    tapi memang tampaknya, butuh untuk terus diingatkan

    ReplyDelete