Monday, 31 December 2012

Kata-kataku untukmu, 2012

Hai 2012,
Aku datang padamu untuk mengucapkan bahwa keberadaanmu membuatku sakit.
Aku datang padamu untuk mengatakan bahwa keberadaanmu itu terasa pahit, sepahit obat cina yang harus Aku minum dikala radang tenggorokanku kambuh.
Aku datang padamu untuk menyerukan bahwa keberadaanmu telah menorehkan beberapa luka, yang masih terasa perih hingga saat ini.

Hai 2012,
Kamu tahu bahwa keberadaanmu sudah membuatku jungkir balik kan?
Kamu tahu bahwa keberadaanmu membuatku susah tidur?
Kamu tahu bahwa keberadaanmu seringkali membuatku tertunduk lesu dan menangis?

Apakah saya marah padamu, 2012?

Dengarkan aku 2012,
Karena Aku hanya akan mengatakan ini padamu satu kali

2012,,
Kamu memang bukanlah tahun yang penuh bunga, tapi ternyata kamu dihiasi dengan berbagai bunga yang cukup banyak dan cukup harum untuk mewarna hariku..

Kamu memang bukanlah tahun yang sangat damai, tapi ternyata aku membutuhkan ketidakdamaian dan ketidaktenangan itu untuk melecutkan diriku agar melompat lebih tinggi.

Kamu memang bukanlah tahun yang penuh keberhasilan, tapi ternyata kegagalan yang hadir justru membuatku menjadi lebih menghargai seberapa besar variabel usaha dan doa menjadi penentu dalam masa depanku.

Kamu memang bukanlah tahun yang membuatku selalu bernapas lega, tapi ternyata aku memang butuh untuk merasakan sesaknya napas agar aku belajar untuk berbagi dan memberikan kasih sayang.

Kamu memang bukanlah tahun yang spektakuler, tapi aku belajar bahwa memang tidak semua hal harus selalu spektakuler, karena bila begitu, tidak akan ada lagi yang namanya sesuatu yang luar biasa.

2012,,
Terima kasih untuk semua keluh kesah, kebingungan, kekecewaan dan kesedihan yang kau hadirkan..
Karena dengan mengalaminya, aku dapat menemukan kehangatan dari sebuah genggaman tangan, ketenangan dari sebuah pelukan, kenyamanan dari obrolan hati ke hati, senyum simpul dari ingatan akan kenangan lalu, kedamaian dari perhatian orang-orang yang dicintai dan tentunya keagungan Allah SWT, bahwa Ia memang tidak pernah tidur dan selalu ada bagi hambaNya, kapanpun, dimanapun, apapun keadaannya.

2012,,
Senang bertemu denganmu. Bawalah temanmu yang bernama 2013.

2013,,
Sampai bertemu ya..
Tidak sabar untuk menjadi teman seperjalananmu.

Thursday, 15 November 2012

Hujan

Jogja akhirnya disinggahi oleh awan hitam yang dengan senang hati menumpahkan seluruh isinya ke seluruh penjuru kota.
Untungnya saat hujan deras mengguyur kota, aku sudah ada di rumah, segar sehabis mandi dan siap untuk makan malam.

Hujan kali ini ternyata tak datang sendirian, dia datang bersama angin yang cukup kencang.
Dalam hati, aku tak henti mengucap syukur karena tadi sehabis dari kampus, aku langsung memutuskan untuk pulang.
Baru saja aku selesai mengucapkan "Alhamdulillah", tiba-tiba terdengar sebuah suara "krincing-krincing" khas penjual sate dari luar.

Ya Allah, itu beneran tukang sate jualan pas hujan deras begini? Semangat sekali!!! -ucapku sambil lalu-
ternyata, ucapan sambil lalu ku ini ditimpali oleh diriku sendiri
Itu yang namanya bekerja keras, Nhira. Bapak tukang sate ini pasti punya keluarga yang menunggunya di rumah. Kalau dia tidak terus berjualan, bagaimana caranya bisa memberi makan keluarganya? 

Deg!
Hatiku rasanya mencelos.
Rasanya jantungku mau jatuh saat itu juga.

Ternyata di luar sana, ada orang yang menolak untuk menganggap hujan sebagai halangan untuk bekerja.
Ternyata di luar sana, hujan bukan jadi penghalang untuk mencari sesuap nasi.
Dan ternyata di luar sana, ada orang yang berani untuk mengalahkan suara hujan dengan nyaringnya suara bel, demi beberapa rupiah yang akan dia bawa pulang ke rumah.

Tiba-tiba aku merasa ditampar.
Seharian ini aku berpetualang dari sudut sleman satu ke sleman lainnya demi menjalankan tugas praktek kerja dan demi berangkat ke Melbourne.
Seharian ini pula aku menembus hujan dan terkena terik matahari demi dua hal di atas
Seharian ini pula rasanya aku mau semaput karena dikejar waktu yang mepet untuk melaksanakan berbagai hal.

Baru 1 hari dan aku sudah merasa lelah sekali.

Padahal bapak tukang sate ini mungkin sudah berkali-kali dia terus berjualan di tengah hujan deras dan angin kencang.
 Tapi dia ternyata terus mendorong gerobaknya dengan setia.
Ya,,,dia kan punya keluarga yang harus dibiayai... Wajar dia seperti itu -ucap satu bagian diriku-
Bagian diriku yang lain menjawab
Memangnya kamu anggap mimpimu, cita-citamu dan tujuan hidupmu itu sesuatu yang tidak pantas untuk diperjuangkan? 
Memangnya mimpi-mimpi dan cita-citamu itu akan terwujud kalau kamu terus menerus memutuskan berhenti disaat keadaan tidak nyaman buatmu? 

Saat itu juga aku terdiam...

Aku menangis pelan..

Dear Future Nhira, 
 When you're on your way of pursuing your dream, 
 Let not rain, storm or even hurricane stopping you.. 
 Keep walking. Keep struggling.
 Because there is a cozy safe place, called your successful place,  waiting ahead of you



 

Monday, 22 October 2012

Lintasan "Perjuangan"


Ada suatu hal yang menarik dari sebuah pagi
Dia datang dengan membawa banyak hal, terutama suatu hal bernama dilema.

Setiap pagi, 
selalu saja ada perpaduan antara rasa mengantuk, malas dan semangat untuk bangkit dari tempat tidur. 

Aku tidak akan berbohong, 
ada beberapa detik dimana aku selalu bertanya pada diriku sendiri 
"Pagi ini mau beranjak dari tempat ternyaman ini? (baca: kasur) "

Seiring dengan makin tingginya godaan untuk terus merebahkan diri di kasur, 
ternyata dorongan untuk menggerakkan tubuh untuk duduk dan bergerak menjauh dari tempat tidur jauh lebih besar. Okey, 1 dilema berhasil diatasi di pagi ini. 

Beberapa saat kemudian, 
Sebuah motor hitam melaju membelah kota. Belok ke kiri, ke kanan dan sesaat berhenti di sebuah lampu merah. 
Ransel hitam yang menempel di punggung terasa cukup berat,, 
Ingin rasanya melepaskan ransel ini, tetapi bagaimana bisa? 
Hhhhh.... terasa melelahkan ya ternyata.  
 

Satu pemikiran kemudian menyelinap dan mendorong jauh-jauh rasa lelah tadi,,
"Demi sebuah cita-cita!! Bukankah ini yang kamu inginkan? Berjuanglah.."
Itu kata otakku. atau kata hatiku? 
Entahlah... 
Yang jelas, rentetan kata itu cukup untuk membuatku menarik napas panjang beberapa kali dan kemudian menyunggingkan senyum di pagi hari. 
Sebuah senyum pertama, yang dilakukan atas rasa syukur aku masih bisa bertemu dengan hari ini,

Mataku pun mengedarkan pandangannya ke jalanan di sekitarku
Tepat di depanku ada sebuah zebra cross..
Seorang mbah dengan badan terbungkuk-bungkuk membawa bakul di punggungnya menyebrang pas di depanku. 
Ia berjalan dengan cukup cepat tanpa melihat ke kanan dan ke kiri. Tatapannya lurus ke bawah, seakan menandai sesuatu.
Di belakang mbah ini, berjalanlah seorang laki-laki paruh baya dengan tas tangannya. 
Dengan menatap lurus ke depan, ia mengayunkan langkahnya dengan pasti


Disaat itu aku tersadar.. 
Kalau tadi aku berkata pada diriku sendiri bahwa saat ini aku sedang berjuang, ternyata aku tidak berjuang sendirian. 
Mbah yang membawa bakulnya tadi berjuang, 
Begitu pula dengan laki-laki dengan tas tangannya tadi
Begitu juga dengan penjual bubur ayam yang mendorong gerobak buburnya di ujung jalan tadi
Satpam yang berdiri di dekat ATM pun juga
dan hey,,, bahkan Ibu wati yang tadi membuka dan menutupkan pagar untukku pun sedang berjuang

Tetiba aku merasakan aliran ketenangan saat mengatakan
"Berjuanglah... " 
tadi memudar..

Jantungku berdebar cukup kencang, 
Entah tubuhku sedang berusaha mengatakan apa,,
Mungkin dia berkata bahwa jika aku merasakan  kelelahan,aku disuruh mengakuinya saja. 

Terima saja bahwa aku sedang capek dan badanku lelah. toh dengan mengakuinya bukan berarti aku mengeluh. Justru dengan mengakuinya, aku bisa mengajak tubuhku beristirahat sejenak dan tidak lagi terlalu memaksanya. 

Dengan mengakuinya, aku sadar bahwa perasaan ini wajar untuk dirasakan oleh orang-orang yang sedang "berjuang" sepertiku.. 

Dengan mengakuinya, aku sadar bahwa dalam perjuanganku ternyata aku tidak sendirian. 

Akan ada banyak penyandang ransel, pembawa bakul, pemegang tas tangan, pendorong gerobak, penjaga tempat dan pembuka pagar yang akan terus menemaniku berjalan di lintasan perjuangan masing-masing.. 

Mungkin, suatu saat di masa depan, lintasan kami akan kembali saling bertemu dan bersilangan, hanya untuk sekedar menyapa dan mengatakan 
"Hei,, aku masih berjuang untuk cita-citaku. Kamu juga kan?. Sampai bertemu di perlintasan berikutnya ya!"


Friday, 24 August 2012

The Value

Few days ago, my aunt told me a story about her childhood and how tough their life back then.
She told me about their effort ONLY to find a water source to provide the family of 8 children.

Days were hard at that time, especially for them to find water.
Their neighbor had a well but they can't access it easily.
So my grandpa did the sunah prayer and he threw a large plaited mats to a ground. In his heart, he prayed "Oh God, Please show me where i can find the water source for my family".
Then the plaited mats fell in a spot, where he started digging to make this family's well.
Because of his pure heart and intentions, after digging for about 4 meters,
he caught a splatter of a water.
Slowly but sure, the water kept pushing the ground and finally filled the hole he made.
My grandpa uttered "Alhamdulillah"

Since that day, my Grandpa had a new routine, which was dig for 1 more meter every month.
He did that all by himself, with my aunt (she was in elementary school) waited for him outside the well.

When i heard her story, my visual brain imagined what it was like to be my grandpa at that time.
I imagined putting myself 5 meters down the ground,
Realized that it was really dark and i put myself in danger for my family.
I had no idea why and how my grandpa could do it.

That moment, i almost burst into tears.
There was this feeling of sad, proud and mostly honored to be his grandchildren.

That moment, i realized that i came from a very great family
Family, that accomplished  their success by using all efforts and prayers they could possibly do

That moment, i realized that if the struggle spirit could be passed on through generation,
There is huge stream of struggling spirit running in my blood.

And I could not say any more words except,
Thank You Allah, for letting me be the part of this family
and Thank You Allah for making me realize that I don't need to worry, even tough i still have a long way to go. Because i will always survive, NO MATTER WHAT!

Sean Covey, once said 
To realize the value of one year 
Ask a student who failed her AP exams 
To realize the value of one month 
Ask a mother who gave birth to a premature baby 
To realize the value of one week 
Ask an editor of a weekly magazine 
To realize the value of one day 
Ask a daily wage laborer with six kids to feed 
To realize the value of one hour 
Ask the lovers who are waiting to meet 
To realize the value of one minute 
Ask a person who missed the train 
To realize the value of one second 
Ask the person who survived an accident 
To realize the value of one millisecond 
Ask the person who won a silver medal in the Olympics 
(7 Habits of Highly Effective Teens by Sean Covey)
If I Might add,
To realize the value of a family
Ask the person who is willing to do everything for his loved ones

Saturday, 16 June 2012

Pewujud Mimpi


Saat ini, saya baru bisa berkata 
"suatu hari nanti, saya akan ada disana"

Suatu hari nanti, saya akan berkata 
"Dulu saya pernah berkata, suatu hari nanti saya akan disini. Lihatlah saya sekarang, SAYA ADA DISINI"

Beberapa detik lalu, saya baru bisa bermimpi.
Detik ini, saya sudah bergerak menuju mimpi saya. 
Bergerak untuk memecah sebongkah mimpi menjadi ribuan pencapaian yang dimulai dari mimpi 
Dan beberapa waktu lagi, saya yakin bahwa saya akan mengucapkan kata 
"Alhamdulillah,, Saya berhasil berada disini" 

Wednesday, 2 May 2012

Menjadi Dewasa

Dulu saat masih kecil, aku terbiasa membayangkan kalau nanti  aku dewasa, aku akan menjadi orang dewasa yang keren.
Yaitu orang yang pintar dan tahu segalanya, punya pekerjaan dan uang sendiri, mengendarai mobil, bersikap sopan, selalu tersenyum manis dan mematuhi aturan.


Seiring aku tumbuh dewasa, aku tetap mempertahankan bayangan ideal seperti ini.
Aku coba melihat seberapa dekat diriku dengan gambaran ideal ini dan biasanya jawabannya adalah
"Yah masih cukup banyak yang perlu dirubah. Tapi tidak apa-apa, kan aku masih belum dewasa. Masih ada waktu"

Saat ini, secara hukum dan sosial aku sudah dewasa.
Bila aku lihat kembali ke gambaran idealku, ternyata aku belum sepenuhnya berhasil memenuhinya.

1) Orang yang pintar dan tahu segalanya--) Well, saat ini aku masih kuliah dan meskipun aku belum jadi orang yang sepenuhnya pintar, paling tidak aku mengerti tentang ilmu yang aku pelajari saat ini. So, i figured it's checked

2) Punya pekerjaan dan uang sendiri --) Saat ini aku masih kuliah dan sedihnya masih bergantung dengan orang tuaku, terutama masalah finansial. so it's not checked

3) Mengendarai mobil --) Aku bisa mengendarai mobil dengan lancar di jalanan stadion dan mendadak grogi di jalan sebenarnya. Aku sangat takut kalau harus ke jalan menanjak dan sampai saat ini belum dapat sim A. so it's not checked

4) Bersikap sopan --) well, i try to but not always. so it's half checked (?) 

5) Selalu tersenyum manis --) hah,,,NOT ALWAYS. so it's half checked

6) Mematuhi aturan --) Hmm,,,who am i kidding? I try to follow rules, but the truth is i cant follow all of them. pada beberapa kesempatan, bahkan aku menikmati melanggar aturan. so it's half checked

Melihat list checked, not checked dan half checked diatas, bisa dikatakan kalau aku belum sepenuhnya sesuai dengan gambaran idealku. Kali ini tidak ada lagi pembelaan "aku kan masih belum dewasa" yang keluar dari mulutku. Lalu bagaimana?

Apakah ini artinya aku belum menjadi wanita dewasa?
Atau, aku gagal untuk menjadi wanita dewasa?

-------------------------------------------------IIIII----------------------------------------------------------

Beberapa hari lalu aku akhirnya punya kesempatan untuk pergi bersama 3 teman kuliahku semasa S1. Cukup banyak yang kami bicarakan, terutama pembicaraan masalah "life after uni". Pembicaraan dengan tema ini ternyata cukup menarik. Hidup kami berempat saat ini terpusat di kampus, sedangkan banyak teman seangkatan kami yang sudah melanglang buana di dunia kerja bahkan sudah menikah dan mempunyai anak. Lalu kami? Kami masih saja berurusan dengan hal-hal akademik.

Kami tahu kehidupan seseorang itu layaknya skor ipsatif, yaitu tidak dapat dibandingkan antara orang satu dan yang lainnya, tetapi tak urung hal ini membuat kami berpikir. Kami saat ini sibuk mengejar karier, tetapi bagaimana nanti keadaannya saat kami harus memikirkan keluarga dan menempatkan prioritas kehidupan keluarga diatas prioritas pribadi?

Beberapa temanku telah memutuskan mereka nantinya akan seperti apa.
Aku?? Jujur. Aku bingung.
Aku hanya tahu bahwa suatu saat nanti (saat aku berkeluarga), aku harus siap untuk menahan keinginanku untuk terbang dan menjelajahi semua hal yang saat ini tampak menjadi fokusku.
Suatu saat nanti, aku harus membiarkan kepentingan keluargaku untuk terbang lebih tinggi terlebih dahulu. Saat mereka telah siap dilepas, barulah kepentinganku bisa kuizinkan terbang.

Saat kami tengah membicarakan ini, aku tiba-tiba kaget sendiri. Ternyata kami yang dahulu masih mahasiswa baru dan membahas bagaimana besok akan presentasi, ujian dan cowok yang ditaksir, saat ini telah membicarakan tentang berkeluarga, yap berkeluarga lengkap dengan suami, anak dan detail lainnya.

Berkebalikan dengan tema perbincangan kami, perilaku kami ternyata tak sepenuhnya serius.
Beberapa kali kami tertawa keras bahkan sampai beberapa orang menoleh kaget ke meja kami.
Kami saling ejek karena kelakuan kami di masa lalu yang bahkan sampai detik ini belum  berubah (salah satunya adalah kebiasaanku menghilangkan kunci di tas dan salah satu temanku harus membongkar tasku hanya untuk menemukan kunci itu terselip di tas).
Kami berbicara dan tertawa sangat keras di jalanan bahkan sampai orang di jalan dan di motor lain pun bisa mendengar dengan jelas.
Kami... yang katanya perempuan yang telah dewasa ini masih melakukan hal-hal kekanakan seperti itu. 

Apakah ini yang namanya dewasa?
Kenapa bisa seorang dewasa bercicara seserius itu tetapi tetap berkelakuan seperti itu?
Kenapa ini terasa berbeda dengan gambaranku tentang menjadi dewasa?

------------------------------------------IIIII-----------------------------------------------------------------

Apakah aku sudah dewasa?

Berdasarkan WHO ditinjau dari sisi umur, aku sudah dewasa
Berdasarkan gambaran ideal Nhira kecil tentang bagaimana seorang dewasa itu, Aku belum bisa dikatakan sepenuhnya dewasa.
Lalu standar mana yang harus diikuti?
Apakah memang ada standardnya?


Atau,,
Mungkin tidak perlu standard khusus untuk mengatakan bahwa aku sudah dewasa.
Mungkin hanya diperlukan satu pernyataan sederhana bagi hati kecilku
"apakah kamu sudah siap untuk menerima dirimu apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya?"
kalau memang jawabannya adalah Iya,
MUNGKIN aku sudah menjadi dewasa. Mengapa?
Karena akhir-akhir ini aku menyadari bahwa menerima diriku apa adanya itu susah dan saat aku mulai bisa menerima satu bagian diriku apa adanya, aku merasakan sensasi baru dalam diriku. Suatu sensasi seakan aku tumbuh dan berkembang menjadi seseorang.

Apakah ini namanya menjadi dewasa?
Aku tidak tahu.
After all, Who knows growing up could be this confusing yet challenging?  :P



Sunday, 8 April 2012

Memilih Sepatu

Beberapa waktu lalu, aku dan seorang teman pergi ke toko sepatu di sebuah mall besar. Saat memasuki toko sepatu, kami langsung menuju ke salah satu rak yang memajang berbagai jenis sepatu khusus wanita. 

Sambil berjalan menuju rak, aku telah memperhatikan beberapa model sepatu yang cukup menarik bagiku. Mulai dari modelnya, warnanya, aksesorisnya dan menaksir kira-kira sepatu itu muat apa tidak untuk kakiku yang cukup besar ini. 

Sesampainya kami di rak tersebut, aku langsung meraih sepatu yang sedari tadi aku perhatikan dan langsung membalik sepatu tersebut untuk memperhatikan nomor sepatu (dan harga tentunya :P). Kalau sepatu itu bernomor 40, barulah aku mencobanya di kakiku, kalau nomer sepatunya lebih kecil, maka aku akan menaruhnya kembali di rak. 

Beberapa kali aku membolak-bali sepatu dan memasangkannya ke kakiku. Ternyata, sepatu yang terlihat menarik di mata tak sesuai dengan besarnya kaki. 

Aku pun menoleh ke temanku dan melihat peruntungannya di toko sepatu ini. Aku memperhatikan dia saat dia tengah melihat-melihat sepatu. Saat ada yang menarik perhatiannya, dia akan mengambil sepatu itu dari rak dan langsung mencobanya. Saat sepatu itu kekecilan atau kebesaran atau pas baginya, baru dia akan membalik sepatu itu dan melihat nomor sepatunya (dan harganya, sepertinya). lalu dia akan berkata "pantes kecil, nomer segini sih" Beberapa kali dia terus menerus melakukan ini. 

Tidak habis pikir dengan "sistemnya", aku akhirnya bertanya. 
Kenapa kamu nggak liat dulu nomer sepatunya, baru mencoba pakai sepatunya? Daripada sudah nyoba, tapi ternyata nomernya nggak pas sama kamu? 
dia hanya menjawabnya dengan menggerakkan bahu saja dan terus memperhatikan sepatu lainnya. 

Saat itu aku kembali terdiam. 
Tiba-tiba saja ada pemikiran yang terlintas. 
Aku mempunyai sistem sendiri, dengan "memperhatikan sepatu yang aku inginkan, mengambilnya untuk dicek nomor sepatu (dan harganya), dan apabila nomer sepatunya sesuai ukuranku maka akan aku coba pakai". Ternyata, sistem ini juga yang aku pakai dalam hidupku. 

Dalam memilih sesuatu yang akan kulakukan, aku akan memilah berbagai hal/kegiatan. Memilih mana yang paling menarik untukku, lalu aku akan melakukan checking kecil-kecilan tentang apa yang harus aku lakukan kalau misalnya kegiatan ini akan aku jalani. Tak jarang checking kecil-kecilan ini aku lakukan dengan begitu niatnya sampai membuatku repot sendiri. Bisa dibilang, aku adalah orang yang benar-benar memastikan sesuatu yang akan kulakukan itu benar-benar baik, membawa manfaat bagiku dan menilai diriku bahwa aku MAMPU untuk menjalaninya. Lalu setelah aku cukup yakin, barulah aku melaksanakan kegiatan tersebut. 

Berbeda dengan temanku dan sistemnya yang "memperhatikan sepatu yang menarik - langsung mencoba untuk mengecek pas atau tidaknya - lalu setelah itu kekecilan, barulah dia  memastikan nomornya". 
Aku baru sadar, bahwa itulah sistemnya dalam menjalani hidup. Ia akan memperhatikan berbagai macam hal yang ia inginkan. Dia memilih beberapa hal yang ingin dia lakukan dan langsung melakukannya tanpa banyak pertimbangan. "Pokoknya aku melakukan apa yang aku inginkan: itu prinsipnya. Tanpa banyak pertimbangan tentang mengapa dia melakukan itu dan apakah dia mampu. 

Namanya juga manusia. 
Kita adalah orang yang menjalani kehidupan kita, sehingga kita tahu apa yang dibutuhkan. 
Kita sama-sama manusia, tapi kita juga punya cara sendiri untuk menjalani dunia ini. 
Sistemku mungkin adalah cara terbaik bagiku (saat ini) dan adalah cara yang paling cocok dengan sifatku yang ingin memastikan berbagai hal sebelum akhirnya menerjunkan diri. Mungkin terkesan repot, tapi ini caraku untuk mendapatkan ketenangan dalam menjalani berbagai hal. 

Bagi orang lain, sistemnya adalah dengan menerjunkan diri pada apapun yang dia senangi tanpa banyak pertimbangan. Karena ia pikir, semakin banyak mempertimbangkan, maka semakin banyak pula waktu yang terbuang untuk mendapatkan kenyamanan yang ia cari-cari. Which is kind of true, why we should wait for grabbing the happiness? 

Sampai detik ini, mungkin aku masih belum bisa memahami sepenuhnya kenapa orang lain tidak memilih sistemku yang organized untuk menjalani kehidupannya.
Tapi, satu hal yang aku tahu adalah...
apapun cara yang kamu pilih, selama kamu mendapatkan kenyamanan yang kamu inginkan dan butuhkan, kamu berhak untuk melakukan apapun yang kamu anggap terbaik buatmu. 

Sunday, 1 April 2012

2 stories

There are successful stories and unsuccessful ones in our lives.
Sometimes we think that once we are having this unsuccessful story, we are not qualified enough to reach any of those successful stories that we always dreamed of.

But the thing is,
Sometimes we don't realize that by experiencing the unsuccessful story, we learn to be tough, strong and start to believe in ourselves.

It makes us realize that we still have things that we have not known.
Things that we need to explore more,
about live
and
ourselves.

Tuesday, 27 March 2012

Questioning me

I thought about quiet a lot of things tonight. 
One second i thought about what i should write in my client's report,
Next second, i thought about the tomorrow's schedule
The other second, i thought about how i was gonna run the client's intervention

Then 

Stimulated by a television program, i was giving myself a question about
what have i done in my life?

Have i done great?

Did i make a foot step in someone's life? 

As quick as this question arose, i dropped a statement to myself
Nhira, You've been questioning this matter for years. Still, you haven't found the answer. 

Then i started thinking,,
if i haven't been able to answer this question, then what went wrong?
Why i haven't figured out the answer?

Why?
I still got no clue.
 

Wednesday, 14 March 2012

Perubahan di Kopi Enak

Banyak orang bilang, perubahan itu adalah sesuatu yang baik. Beberapa lainnya, menyanggah.
Beberapa orang bilang, perubahan itu mendewasakan. Beberapa lainnya bilang, tidak.
Beberapa orang bilang, perubahan itu memerlukan adaptasi besar-besaran. Beberapa lainnya berkata, tidak juga.

Lalu?

Jujur, aku sendiri memilih untuk memandang perubahan itu dari sisi tengah.
Terkesan cari aman dan diplomatis, tapi memang itu perspektifku.
Menurutku, perubahan itu tidak selamanya sesuatu yang baik. Tapi ini akan menjadi sesuatu yang baik, selama kamu memang memilih untuk melihat sisi yang terbaik, sisi yang akan membuatmu berkembang.
Perubahan itu memang mendewasakan, bagi orang-orang yang memang mau berkembang bersama perubahan itu. Bagi yang tidak, silahkan menangisi perubahan yang terjadi. Kamu tidak akan dipaksa untuk berhenti,
Perubahan terkadang memerlukan adaptasi besar-besaran (kalau diperlukan), dan apabila kamu termasuk orang yang suka melakukan perubahan dari hal yang kecil dan perlahan, silahkan.. Ini hidupmu.. Caramu..  Tanggung jawabmu..

Aku sendiri telah mengalami beberapa kali perubahan daam hidupku.
Perubahan tempat tinggal, perubahan pemikiran, perubahan gaya hidup, perubahan jam tidur, perubahan tugas, perubahan orang-orang dan perubahan gaya komunikasi.

Perubahan gaya komunikasi?
Yap... ini salah satu perubahan yang cukup signifikan dalam hidupku akhir-akhir ini.

Semenjak awal 2011 lalu, aku beralih dari pengguna handphone sejuta umat menjadi pengguna handphone pintar. alasan awal pergantian ini karena aku sadar bahwa aku yang pelupa ini membutuhkan sesuatu yang bisa membuatku lebih teratur dan pastinya barang ini tidak akan (paling tidak, peluangnya kecil untuk) tertinggal. Akhirnya, pilihanku jatuh pada handphone robot hijau.

Ternyata robot hijau ini begitu pintar, karena selain membantuku mengatur banyak hal, dia juga mampu untuk mendekatkanku dengan banyak orang. berbagai aplikasi yang selama ini kumainkan via laptop, sekarang masuk ke dalam handphone ini dan membuatku menjadi bebas untuk berbicara dengan teman-temanku kapanpun dan dimanapun (selama baterai masih cukup :P)

Salah satu teman yang sangat aktif aku hubungi via aplikasi handphone adalah teman-teman Kopi Enak. Kami sampai memiliki satu grup khusus di aplikasi yang menghubungkan semua handphone pintar kami, sehingga kami bisa saling berbicara sepuasnya. Terhitung sejak 2011 yang juga ditandai dengan makin tingginya mobilitas masing-masing dari kami, saling menyapa di grup adalah satu hal yang bisa membuat kami lepas dari rutinitas dunia nyata.

Terkadang, pembicaraan yang kami gulirkan begitu sederhana. "Hanya" seputar hal apa yang kami lihat, hal apa yang terjadi pada kami (yang saat ini terbagi menjadi 3 kota berbeda), kegalauan kami, ucapan selamat atas prestasi yang berhasil diraih, rentetan doa serta tips saat salah satu dari kami akan menghadapi sesuatu yang penting, ucapan semangat, merayakan ulang tahun virtual dengan menempelkan berbagai macam emoticon, share foto makanan, foto pemandangan dari kamar kos, foto acara kantor, foto landmark satu kota/negara yang kami singgahi bahkan sampai merancang satu organisasi untuk tabungan pahala di masa depan (Amin!).

Semua hal itu, terjadi hanya melalui handphone kami.
Kami hanya cukup menekan icon aplikasi di handphone dan voila,,, ada orang-orang disitu yang akan membuat hati dan bibir ini tersenyum.
Kami bahkan tidak perlu repot mengatur jadwal masing-masing supaya bisa mengobrol panjang, cukup mengetikkan beberapa kata di grup dan yang lain akan merespon layaknya kami sedang duduk di satu meja.
Memang terasa ada yang kurang, karena kami tak bisa langsung bertatap muka. Tapi, tampaknya membaca ketikan kata-kata dari handphone teman di ujung sana, sudah sangat jauh lebih baik daripada hanya menahan rindu untuk mengungkapkan isi hati. 


Sampai detik ini, aku masih bahagia dengan perubahan gaya komunikasi ala kopi enak ini. Sangat bahagia malah, karena kami bisa tahu dunia orang-orang yang kami sayang dengan lebih dekat. 


To You, Kopi Enak...
Kalau dalam #FilosofiKopi ada yang namanya Kopi Tiwus, yang artinya Walau tidak ada yang sempurna, hidup ini indah begini adanya.

Aku berani bilang, kalau dalam sejarah hidup kami, akan selalu ada kalimat

Kopi apa yang selalu anda rindukan? 
KOPI ENAK

Artinya: 
Keakraban, Dukungan, Doa, Harapan dan Kebahagiaan terbalut dalam kehangatan persahabatan

Kopi Enak, Januari 2012


 
Kopi Enak, Desember 2011




Kopi Enak, Maret 2012

Sunday, 19 February 2012

Jika... Maka...

Jika kekuatan dan kesabaran seseorang itu genetik, 
Maka aku adalah orang yang sangat beruntung karena memiliki keluarga besar seperti yang aku punyai sekarang. 

Jika ketegasan, kelembutan dan ketabahan seseorang itu dapat diwariskan melalui hubungan darah, 
Maka aku adalah anak yang harus selalu bersyukur karena memiliki kedua orang tuaku. 

Dan, 
Jika aku diberi wewenang untuk memilih jalan hidupku kembali
Maka aku tak akan memilih jalan lain, selain jalan yang aku lewati sekarang. 
Cukuplah ini semua bagiku.

Monday, 13 February 2012

Cinta sederhana

Ternyata, menunjukkan rasa cinta itu nggak perlu keluar banyak biaya,
Nggak perlu juga kata gombal.

Terkadang, hanya perlu satu tindakan seperti

Tturun dari pesawat yang ditumpangi, lalu berjalan cepat dengan nafas tercekat menuju pintu keberangkatan sebuah maskapai penerbangan, menekan nomor 08XXXXXXXXX3 dan berkata
"pesawatmu sudah berangkat? Belum? Kalau gitu, tunggu sebentar ya. Ini sudah menuju tempat check in"

Berdesakan di antrian masuk sambil kepala menoleh ke kiri dan ke kanan, tak peduli betapa sakitnya paru-paru yang rakus menghirup oksigen di tengah keramaian.
Saat wujud yang dicari tiba, barulah bahu yang tegang perlahan mulai relaks.
"Belum boarding kan pesawatnya? Ini buat kamu *sambil menyodorkan oleh-oleh penganan kecil*"

Sederhana ya?
Ya sederhana..
Tapi nggak semua orang mau bersusah payah untuk berlari-lari dan mengejar jadwal boarding pesawat, hanya untuk memberikan sebuah oleh-oleh.

Sederhana ya?
Ya sederhana..
Dan aku bahagia, karena bisa mendapatkan perlakuan penuh cinta ini dari Mamaku.
Terima kasih Mama,,
I Love You :-*

Monday, 30 January 2012

Coin of Death


Same as the coins, life and death always come together. 
When you are born, you have to accept that one day you will be dead.
No negotiation, No compromise! 
(Well,, of course if somewhere along the way you happen to turn yourselves into vampire and stay immortal, you probably not need to keep up with this).


I, till this second of time, are afraid of death. Not about me leaving this (not always) perfect world but about me who couldn't bear the feeling of losing people i love. 


recently, i've watched few films that accidentally brought the dying and death issue. 
those films gave me the two sided story about death, which then taught me that death also had its two side of a coin.  Each sides gave you different perspective of death. i wouldn't say those two are contrast. They both were just kind of different..


From the leaver's  point of view, 
i learned  that hearing the word of you dying was like the feeling of mega tons of weights had fallen on you. It was bloody hard.
You tried to deny but then you had no other choice other than trying to deal with it. You cried a lot, You suddenly had to carry  the teary eyes with you 24/7 but then you realized that the only thing you could do was just chin up. 
You were angry with everyone, yourselves and in some point with God, to put you in this kind of circumstances, but then you got tired of angry then became silent.
But most commonly, you were going to ask the ultimate question 
why me?
Tired of asking this question, you slowly try to embrace this situation and start to think about your leaving. You started to make a list about what you wanted,,
I want to leave my loved ones in peace, safe and sound situation.

I want my loved ones to say their good byes with the smile and best memory of me.

I want my loved ones to say " (s)he had a best adventure in life rather than crying out loud for me leaving them" .... So the list went on....
I, fortunately, hadn't been dead or even close with any near death experiences, but somehow i knew how it felt. 
Surely, near the end of your life you would think about what you have done and hoped that all the good deeds are perceived good. 
Surely, you wanted  people who know you to remember your good sides and to forgive your bad ones. 
For a moment, you might want them to miss you while you weren't there. but obviously you didnt want them to cry over you for quite a long time.. 
You surely wanted them to miss you deep in their heart,  but you  still wanted them to move on.




From the alive person's point of view, (typically the close ones)
I learned that you would never EVER say
i'm ready to let you go, even if you said it out loud, because you would never be ready for losing someone you love.  


You might try to take few steps back of  your dying loved ones, because the feeling of losing inside you, became more intense and it was unbearable.
You might also get closer, because you thought that maybe there would be no tomorrow for you two. 
You tried to make your loved ones happy, made all the wishes come true and smile real wide when s(he) was happy. 
And in 1 point, the ultimate question of 
why not me? 
came across your mind. Saw your loved ones in pain were devastated, so instead of having the feeling of "i'm useless. i can't take away the pain" you prefer to offer yourself for change. You knew it would not work, but you kept doing it anyway.


You tried to accept the condition, but you couldn't help yourselves but being alert every time your phone beeped, afraid that "the time" had  finally came. 
You also tried to accept the condition, for it was gonna release your loved ones from pain, but still the idea of it made you burst into tears. 

So what exactly death is about? 
Truthfully, i don't know what it really is. 


But what i understand is, 
Death is a sign of living. 
even tough, death makes us apart, it never really does. 
Because nothing could separate anything, as long as the heart and memory bounds.

Saturday, 21 January 2012

5 Bulan

5 bulan telah terlewati, Kawan 

5 bulan yang penuh mata panda karena kurang tidur

5 bulan yang diisi tawa lepas saat ada hal lucu yang terjadi

5 bulan yang seringkali diisi dengan linangan air mata saat akhirnya kita mau untuk membuka sedikit tabir diri kita pada teman sekelas kita 

5 bulan yang penuh dengan jurnal, presentasi dan makalah 

5 bulan yang penuh kehebohan saat kita harus berhadapan dengan HPP serta laporan 

5 bulan yang penuh kata TEMAN-TEMAN,,, SEMANGAT YA... KITA BISA!! 

5 bulan yang  mengenyangkan (serta membulatkan) perut 

5 bulan pemberian materi yang mengasyikkan, menarik juga terkadang membosankan 

5 bulan...
Yang terasa seperti bertahun-tahun 
Mengapa? 
Karena aku merasa bahwa aku berubah dari Nhira yang dulu menjadi Nhira yang sekarang. Bukan perubahan yang sangat ekstrim sampai membuatku tidak mengenali diriku sendiri, tetapi perubahan dalam diriku yang membuatku lebih nyaman dan lebih enteng dalam menjalani kehidupan ini. 


Sampai detik ini, aku masih kaget dengan fakta bahwa hanya dalam waktu 5 bulan, aku bisa mulai melepaskan diri dari kepompong diri seorang Nhira.

Hanya 5 bulan ,untuk membuat seorang Nhira yang dulunya pelit membagi cerita dunia internalnya menjadi seorang Nhira yang sudah mulai membuka pintu dirinya kepada dunia luar 

Hanya 5 bulan, untuk membuat seorang Nhira mengakui bahwa dirinya penuh dengan mekanisme pertahanan diri, distorsi kognitif serta inkongruensi. Sesuatu yang dahulu akan ia coba sangkal saat ada orang lain mengatakan itu padanya 

Hanya 5 bulan, untuk membuat seorang Nhira begitu menghargai emosi-emosi di dalam dirinya, bahkan Nhira sudah bisa menyapa kebanyakan emosi negatif yang ia rasakan. Lagi-lagi, ini adalah sesuatu yang biasa Nhira abaikan 

Hanya 5 bulan, untuk membuat Nhira berani mengutarakan rahasia terbesarnya kepada orang lain 

Hanya 5 bulan, untuk membuat Nhira mengerti bagaimana rasanya afek datar

Hanya 5 bulan, untuk membuat Nhira bisa menangis untuk permasalahan yang dahulu sering dianggapnya remeh 

Hanya 5 bulan, untuk menjadikan Nhira mulai mengenal dirinya 

Hanya 5 bulan, untuk membuka mata Nhira lebar-lebar bahwa Allah itu begitu mencintainya karena telah menempatkannya di mapro klinis 8 

Hanya 5 bulan, untuk membuat Nhira mencintai Mapronis 8 dengan sepenuh jiwanya. 

Samuel Taylor Coleridge mengatakan  
"Friendship is a sheltering tree
Bagiku,, 
Mapronis 8 is my own personal sheltering tree, for it always giving me space to shade for a while before i continue walking for greater journey

Terima kasih untuk semua proses yang telah kita jalani bersama 5 bulan terakhir ini, Mapronis 8 

Terima kasih untuk cinta tanpa syarat yang telah kalian ajarkan 

Dan Terima kasih untuk mau berbagi bersamaku 
Intervensi Komunitas Kelas Mapronis 8